Selasa, 10 Februari 2009

Diary Mama untuk Faustine Mary


Mama tulis diary ini agar saat kamu besar nanti mama bisa menceritakanmu, di harimu masih tertidur.

Saat pertama kamu lahir ke dunia, ada papa yang mendampingi kamu, putrinya yang pertama, tercantik dan berkat terindah. Papa sangat menyayangimu.

Ada om dokter Tjien Ronny, dokter kandungan mama, yang terus menyemangati mama berjuang untukmu.

Ada om dokter Boris Januar, dokter anak, yang berjuang menyelamatkanmu yang begitu kecil dan belum sempurna, juga suster di kamar bersalin, kamar ibu, kamar baby waktu kita dirawat di Rs Family.

Yang terpenting, sayang, semua gak mungkin kita lewati tanpa campur tangan papa Yesus, mama Maria dan santa pelindungmu, St. Faustina. Mama mintakan lewat doa novena tiga salam Maria, doa rosario dan doa koronka.

Tengah malam, menjelang kamu lahir, suara om dokter memecah keheningan kamar bersalin, “24 minggu! Masih ada harapan hidup! Cepat panggil dokter anak, dokter Boris!”

Sebelumnya, om yang tiba-tiba muncul saat mama mengalami puncak kesakitan, dengan sedih mengatakan, “Yenny, kita terpaksa akhiri kehamilan ini. Anak ini mau lahir sebentar lagi.”

Mama menatap om tidak percaya. Kamu belum boleh lahir, sayang, masih terlalu pagi. Mama berbisik ke salib rosario, “Yesus, aku percaya padaMu. Tolong biarkan dia hidup. Aku akan menerimanya secacat apapun dia. Terjadilah padaku menurut rencanaMu.”

Kamu tetap mau lahir. Kelahiranmu ajaib, seperti bayi Yesus yang lahir di tengah malam, memberi harapan kamu akan terus hidup.

Mama cerita dari awal ya.

Malam tahun baru, kokomu, Vincent dan Francis, antusias menunggu puncak kembang api. Dari jam 10, koko sering nengokin kembang api di balkon. Makin malam makin ramai. Tetangga rumah ikut main kembang api dan mercon. Koko Francis ketakutan, papa menggendong dan memeluknya nonton kembang api.

Puncak kembang api tiba, koko Vincent menvideokan kembang api yang besar-besar, katanya, banyak sekali orang kaya bakar-bakar uang. Muka koko meringis waktu tahu kembang api itu seharga yoyo kesayangannya. Setelahnya kita bobo, kecuali papa, nonton tv sampai subuh.

Tahun Baru, semua bangun kesiangan. Papa ajak makan di luar, bakmi atau donat. Tapi koko malah minta dimasakin indomie papa yang katanya paling enak. Koko boleh makan indomie sebulan sekali.

Selesai koko sarapan, mama bilang papa besok antar mama ke dokter kandungan, siapa aja, karena om cuti. Saat mama pipis seperti ada setetes air mengalir mendahului pipis. Mama pikir karena hamil makin besar, klepnya melemah. Papa mengiyakan.

Siangnya kung-kung telpon sehabis kebaktian. Rencananya kung-kung langsung ke restoran dekat gerejanya, kita menyusul. Suster koko minta cuti merayakan tahun baru.

Sebelum berangkat, mama pipis dulu. Tiba-tiba air mengalir gak bisa ditahan, celana hamil mama basah semua. Buru-buru mama panggil papa. Papa langsung pucat.

Mama berbaring di ranjang, pantat diganjal bantal biar air gak mengalir. Papa cari berita di internet hp lalu kasih mama baca, Ketuban Pecah Dini. Papa telpon kung-kung membatalkan makan siang dan telpon ii Ming, tolong jaga koko selama mama papa ke rumah sakit.

Di kamar bersalin, ada suster walaupun hari libur. Mama ketemu suster yang biasa di depan kamar praktek om, suster masih ingat, sembilan bulan lalu mama melahirkan koko Ancillo yang lahir tanpa tempurung otak. Ada suster lain, ingat mama juga, dia cerita akhirnya dia dicaesar om karena preklamsia, anaknya sekarang tujuh bulan.

Suster periksa cairan pakai kertas lakmus. Ternyata air ketuban. Mama cemas. Kenapa terjadi? Selama hamil mama sehat, selama liburan natal mama banyak istirahat, mama sangat menikmati kehamilan ini. Mama malah belum pakai baju hamil ke kantor, menunggu tahun baru, masuk dengan baju hamil baru.

Setelah suster observasi, mama dipindah ke kamar. Mama minta kelas dua karena kata suster musti bedrest berbulan-bulan sampai kamu siap dilahirkan. Berarti mama gak boleh lagi turun ranjang, apalagi pulang rumah, mama sedih. Mama pasrah, siap melewati hari-hari disini asal kamu lahir selamat. Dua - tiga bulan, lebih lama lebih bagus. Sementara om cuti, penggantinya om Daniel.

Tangan mama diinfus anti kontraksi. Suster salah suntik, pergelangan kiri langsung bengkak, diolesin gel anti bengkak. Suster suntik tempat lain.

Om dokter gak datang, tapi sudah instruksi obat-obatan ke suster.

Semalaman mama gak bisa tidur karena posisi tidurnya pantat diangkat lebih tinggi supaya ketuban gak rembes.

Besoknya, om Daniel datang, katanya mama musti sabar, bed rest lama sampai selaput ketuban menutup kembali dan air ketuban terbentuk lagi. Kalau lahir sekarang, chance hidupmu 0%, baru 23 minggu, 500gr.

Om mengatakan minta ke empunya kehidupan, om hanya perantara Tuhan untuk menolong tapi yang menentukan sang sumber kehidupan.

Om minta mama sabar beberapa hari, janjinya hari senin om akan usg untuk cek kebocoran.

Papa menemani mama kecuali malam hari gak boleh. Sesekali masih terasa air yang rembes. Mama cemas airmu makin sedikit.

Teman sekamar mama, hamil 34 minggu, dirawat karena diare 20 kali, salah makan waktu malam tahun baru. Mama jadi ada temen ngobrol. Setelah dua hari dirawat dan diarenya stop, boleh pulang.

Malam hari koko datang. Koko Francis mukanya pengen nangis lihat mama hanya bisa berbaring dan gak boleh pulang.

Gak lama, teman kamar mama ganti, hamil 34 minggu juga, kontraksi karena kecapean jalan-jalan ke puncak. Dua hari dirawat kontraksinya stop, boleh pulang.

Teman mama ganti lagi, belum sempat kenalan, habis caesar. Keluarga besarnya memenuhi kamar.

Suster memindahkan mama ke kamar anak di lantai 1 karena kamar mama bocor. Siangnya mama sendirian, begitu tengah malam, ada teman baru lagi, melahirkan normal. Mama bisa mendengar obrolan kelahiran anaknya. Kelahiran selalu disambut gembira. Apakah suatu hari nanti mama juga bisa mengalami kegembiraan itu?

Teman mama banyak terima tamu sampai gak bisa istirahat. Begitu tamu pulang, suster mengantar babynya untuk disusui. Babynya cakep, tidur nyenyak, sudah kenyang.

Sebenarnya mama trauma dengar suara baby, suara yang mama rindukan. Apalagi lihat baby waktu nangis terus terdiam saat dipeluk, damai sekali. Semua baby cakep.

Babynya bangun, nangis kencang, mamanya mau kasih asi tapi belum keluar, baby marah, nangis terus sampai kecapean baru tenang lagi.

Sore hari suster kembali antar baby, seharian penuh keramaian.

Setelah beberapa hari rembesan berhenti, mama berharap boleh pulang, bestrest di rumah. Kalau om Daniel belum kasih, mama akan minta om Ronny. Mama membayangkan kita pulang naik ambulance.

Jam disini seperti jam rusak, waktu nyaris gak bergerak, kalau di rumah, pasti jamnya cepat, sambil lihat koko main.

Hari yang mama tunggu tiba, hari kelima, om Daniel visit, ceria, senyum terus, ”Besok komandan kamu datang, sabar ya tunggu besok.” Om lupa janjinya usg mama, mama ingin tahu keadaanmu di dalam. Terpaksa tunggu sehari lagi.

Sudah beberapa hari mama gak bisa tidur, papa minta mama pindah ke kamar yang sendiri, untung ada kamar kosong.

Wuaahhh.. kamar barunya luas sekali, koko langsung lari-larian di kamar. Disini tenang, mama leluasa ngomong dan doa ama kamu. Hanya kita berdua. Menyenangkan. Mama gak perlu dengar obrolan tamu tetangga yang nonstop atau suara baby yang bikin iri.

Mama punya cerita lucu. Sebelum pindah kamar, papa bantu mama pipis. Koko mau ngintip apa yang dilakukan papa, padahal papa sudah suruh tunggu di luar kamar. Koko meledek dan berulang kali tanya, ”Papa, sudah belum? Aku masuk, ya?”

”Nanti kalau sudah selesai, papa panggil masuk,” jawab papa.

Baru selesai ngomong, horden pembatas bergoyang, papa kira koko nekat, gak bisa dibilangin, papa memarahinya, ”Koko, jangan masuk!”

Horden tersibak, muncul empat wajah suster, mau laporan ganti shift, suster sampai pucat. Papa juga kaget. Koko ketawain papa, suaranya keras banget. Sambil menahan malu, papa minta maaf ke suster.

Hari keenam, jam 8 pagi, kamar kita yang dari semalam tenang, terdengar suara ramai di luar. Om sudah balik dari cuti. Suster berlomba menyapa, ”Pagi dr. Tjien…, pagi dr. Tjien…., pagi dr. Tjien.” Sepertinya suster kangen ama om yang selalu riang ini.

”Pagi.., pagi,” balas om.

Lalu om visit pasien. Suster menyiapkan alat usg di kamar kita.

Gak lama om masuk, mukanya khawatir. Om sudah tahu dari malam sebelumnya ketika menelpon suster kamar bersalin.

”Kenapa, Yen?” tanya om.

”Gak ngapa-ngapain, pas tahun baru, air ketuban mengalir.” jawab mama.

Om menghembuskan napas berat sambil geleng-geleng kepala.

Om usg mama. Suster buru-buru mengambilkan kursi tapi om sudah keburu duduk di ranjang mama.

Om memperlihatkan layar ke mama. ”Airnya kering sama sekali,” kata om serius. “Kita coba pertahankan selama mungkin. Saat ini jalan masuk kuman sudah terbuka, untuk mencegah infeksi musti dikasih antibiotik. Kalau sampai terjadi infeksi dan ibunya panas, maka kehamilan harus diakhiri.”

Om menatap mama, “Ini kedua kalinya elu dapat cobaan berat. Tapi percaya, gak ada yang mustahil dimata Tuhan. Doa ya, minta ama Tuhan.”

Om terdiam, matanya menutup sesaat. “Orang lain yang gak ngalami gak akan ngerti, gak akan bisa rasa apa yang kita rasakan. Gua ngerti banget apa yang lu rasakan saat ini, karena gua sendiri saat inipun sedang mengalami hal yang sama seperti lu. Kita sama-sama doa ya, minta mujijat.”

Air mata mama berlinang. Om menaruh tangannya di pundak mama, raut wajahnya sedih, matanya merah dan berair. Om seperti ada masalah, tapi masih menghibur mama. Om gak cerita, banyak suster disekelilingnya. Apa anaknya sedang sakit?

Kalau om lagi cerita anaknya, terlintas kesedihan. Kalau pas cerita kelucuannya, matanya langsung berbinar-binar, ketawanya riang. Om sangat sayang anak-anaknya.

Biasanya mama kontrol ajak koko biar lihat kamu dari di perut. Mata om gak lepas dari koko. Kata om, koko Vincent hampir setinggi Bryan, anaknya, lebih tinggi 2 cm, gendutnya sama.

Menurut mama, om lebih cocok jadi dokter anak, tapi nanti om sedih terus, anak banyak yang sakit.

Pasien om ada yang 26 minggu, pecah ketuban juga lalu ditahan 1½ bulan akhirnya ketika 7 bulan dilahirkan karena ibunya infeksi, babynya sampai sekarang gak napa-napa, sehat. Ada juga baby kembar, satunya pecah ketuban, satu lagi gak, baby tetap dipertahankan sampai akhirnya keduanya lahir dengan selamat.

Saat ini besarnya kebocoran gak bisa dihitung karena gak ada air, jadi belum di tes lakmus untuk melihat tetesannya. Tunggu sampai air ketuban terbentuk kembali dari pipismu dan selaput ketuban.

Sebelum pergi, om pesan, “Berjuang ya. Doa. Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan.”

Om menguatkan mama, kata-katanya mau mama tulis semua untukmu, tapi mama lagi gak bisa nulis, tangan kanan diinfus, jarum di antara jari tengah dan manis menusuk-nusuk, tangan kiri bengkak setelah enam hari diinfus. Sementara mama belajar kidal.

Jam 2 siang, teman mama ii Natalia sms, jam 3 akan datang tim doa dari gereja mamanya. Awalnya ii menawarkan tim doa Tiberias mendoakan kita dan kasih minyak pengurapan. Mama menolak karna gak kenal. Lalu ii kirim tim lain dari gereja katolik.

Mama bingung, bagaimana nasib kita? Mama gak pernah didoain. Nanti ngomong apa ke tante pendoa?

Datang lima tante pendoa.

Mereka ramah ya, de, kamu dengar kan saat tante mendoakan kita?

Mama merasa hawa panas lewat sampai mama basah kuyub mandi keringat dan air mata. Kenapa air mata gak berhenti?

Kata tante Ivonne lewat doa, Yesus angkat segala takut, cemas dan trauma mama.

Lalu terasa hawa dingin, mama mengintip, apa ac kamar rusak? Lalu terasa hawa sejuk, berganti-ganti. Apa roh kudus turun seperti ini?

Setelah didoakan mama lega, rasa takut hilang, sepertinya tante pendoa telah menguras habis airmata mama untuk hari-hari kedepan.

Tante Ivonne juga pernah berbaring seperti mama selama tiga bulan, sakit pinggang, setelah didoakan sembuh.

Doa yang menguatkan.

Di ulangtahun pertamamu nanti, mama akan mengajakmu ke Persekutuan Doa, mengucapkan terima kasih.

Setelah tante pulang, mama migran, pasti karena tadi nangis abis-abisan. Tapi mama bersyukur, ini pengalaman rohani yang baru buat kita.

Malamnya, teman mama, ii Leny datang. Mama gak pakai kacamata, gak lihat jelas, kaget kirain tante pendoa datang lagi. Ii Leny datang ama ii Sanny, Erny, Masita, Lida dan ii Ita yang sedang hamil juga. Reunian disini, seru. Ii Leny suapin mama sampai papa muncul gantikan tugasnya. Papa datang bareng koko dan pho-pho.

Kalau siang, mama makan sendiri, piringnya ditaruh diatas dada. Mama mau makan banyak biar kamu cepat gede, tapi karna tiduran makanannya gak mau turun, juga bikin mama gak lapar. Badan mama sakit tapi setelah beberapa hari mulai terbiasa. Mama pikir dua bulan mama akan kuat, kita sama-sama berjuang.

Suster sering tanya, kok gak ada yang nungguin. Mama jawab kerja.

Papa musti pulang jaga koko, antar sekolah, dan kerja.

Di sini banyak suster, mama tinggal pencet bel. Mama gak kesepian, sepanjang hari bersamamu, sore hari kita nyanyi, kamu senang, tendang-tendang terus. Mama tahu lagu kesayanganmu, Yesus, Kau andalanku.

Mama tanya Yesus, kenapa mama harus bedrest, apa Yesus kangen sampai mama musti dikarantina. Waktu hamil koko Ancil, mama sering doa, rasanya dekat Yesus. Begitu koko lahir, langsung kembali ke surga, mama lalu sibuk rumah dan kantor, mama gak punya banyak waktu untuk doa.

Hari ke-7, seperti biasa om visit pagi, sekitar jam 7. Om segar dan wangi.

Mama tanya om kenapa kamu bisa hidup tanpa air ketuban. Jawabnya, “Baby hidup dari plasenta. Baby bukan harus minum air ketuban, tapi memang kadang ketelan. Fungsi ketuban seperti bemper. Kalo gak ada ketuban, baby bisa menempel di selaput ketuban. Ini yang sedikit ditakutkan. Kalau tangannya nempel, pas lahir tangannya nekuk, karena dia gak bisa gerak berbulan-bulan, ototnya jadi kaku. Begitu lahir, tangannya bisa dikoreksi. Kalau nempel di muka, mukanya akan miring, gak simetris, malformasi, tapi masih bisa dikoreksi setelah lahir. Bukan cacat parah. Baby sungsang lahir kaki dulu, kakinya bisa bengkok ke belakang, masih bisa dikoreksi.”

Mama ingat i-chong Apau, waktu lahir telapak kakinya nekuk ke belakang, setelah diurut kakinya normal lagi.

”Iya, seperti itu,” kata om. “Semua masih bisa dikoreksi, hanya cacat kulit. Banyak doa ya.”

”Sehari baby pipis berapa cc?” tanya mama.

“Gak ada yang pernah hitung,” kata om sambil senyum. “Air ketuban dicurigai terbentuk dari air pipis baby dan selaput ketuban. Selama ini masih misteri. Jadi gak bisa dihitung seperti matematika sehari berapa cc, sebulan jadi berapa cc, harus dihitung juga bocornya.”

Setelah selesai kontrol, om pasti menyemangati mama, ”Berjuang ya dan doa terus.”

Mama hampir gak pernah menyalakan tv, waktunya digunakan untuk doa dan istirahat. Mama pernah buka tv, isinya berita perang, gak jadi nonton.

Setiap hari melewati menit yang lama. Tertidur dan buka mata lagi, jarum baru bergeser 15 menit. Hari-hari panjang dan melelahkan.

Malam hari paling mama tunggu-tunggu, koko datang. Biasanya koko berlari-lari, teriakannya terdengar dari jauh.

Koko Vincent, kokomu yang gendut umur 7, selalu menunggu cemilannya pas suster antar roti untuk malam.

Koko Francis, kokomu yang kurus umur 5, selalu loncat ke ranjang, tiduran samping mama, ciumin mama, masih seperti baby. Koko bangga, sekarang dia jadi si tengah, bukan si bungsu.

Koko Vincent bawa keyboard, pho-pho sudah membuatkan tasnya. Koko memainkan lagu-lagu mozart untukmu. Suatu hari nanti koko akan ajar kamu main lagu yang indah, ada jiwa di tiap lagu koko, belajarlah dari koko.

Bertambah sehari lagi, hari ke-8. Mama gak pikir untuk beberapa hari, sehari bisa survive sudah bersyukur. Yesus ajar minta rejeki untuk hari ini aja. Tiga puluh tahun mama hafal doa bapa kami, baru hari ini ngerti.

Om visit jam 11, kesiangan, tanggalan bagus, banyak yang minta caesar. Om gak sempat ganti baju, masih dengan baju operasinya, setelan hijau tua, bajunya lucu, leher bulat, tangan pendek, om makin cerah.

Mama tanya kenapa kamu selalu tendang ke bawah.

Om langsung menunjukkan letak kepala dan badanmu, kamu sungsang, belum ada air jadi belum bisa muter.

Hasil CTG, jantungmu bagus dan mama gak ada mulas.

Om bilang infusnya dikurangi jadi 4 ml, besok 2, nanti bisa lepas infus dan mama bisa bergerak bebas. Infus mau ganti obat minum.

Tensi mama naik karena kurang tidur, saat kamu tendang-tendang, mama takut kamu mau lahir, takut kakimu keluar sebelah.

Mama paksa minum banyak, kata temen, biar ketubannya banyak. Akhirnya mama gak minum banyak lagi, badannya baru bisa terima dan tensi normal. Kalau naik terus, kamu gak nyaman.

Hari ke-9, tanggal 9, Jumat. Mama senang, tambah sehari. Malam ini papa akan menemani mama. Koko sudah mengijinkan. Kata mereka bisa tidur sendiri dan janji gak ngobrol sampai tengah malam. Koko seperti dua teman akrab yang bertahun-tahun gak ketemu.

Pagi hari suster CTG. Posisimu berubah tengkurap. Suster sulit menemukan detak jantungmu, sampai ganti empat suster, cari detak jantung. Perut mama sakit karena carinya harus ditekan-tekan. Kamu masih kecil jadi tempatnya masih luas, masih gerak-gerak rubah posisi.

Saat suster memandikan mama, suster cerita kalau belum lama ada seorang ibu sama seperti mama, dirawat lama dan melahirkan 28 minggu, anaknya 800 gr, mampir dan bilang, sus masih ingat aku gak, ini babynya, sudah gede ya, mau imunisasi. Suster bilang mama musti sabar, bersyukur diberi baby, sedangkan dia baru dikuret ama om karena babynya gak berkembang, anak kedua yang lama dinanti.

Om visit seperti biasa, pantau mama gak ada panas dan kontraksi.

”Kalau gua kayak lu, pegel gak napa demi anak. Gua malah rela mati demi anak,” kata om.

Mama sampai bengong.

Suatu hari nanti kamu harus ketemu om, bukan karena om pinter, tapi karena pribadinya mengagumkan. Tiap hari om menyemangati mama untuk berjuang dan berdoa.

”Gua pernah marahin pendeta,” cerita om. “Itu lho, sus, yang hamil 26 minggu, sama-sama pecah ketuban. Gua tahan dia seperti elu sampai babynya lebih matang. Tapi kali pendeta minta anaknya dikeluarin aja. Akhirnya gua marah dia, percuma tiap minggu ngomong di depan mimbar tentang Kasih – Kasih - Kasih, kalau sama anak sendiri gak ada Kasih! Abis itu, dia gak berani minta keluarin anaknya lagi dan kalau ketemu gua gak berani lagi bilang – Tuhan berkati. Tiga minggu kemudian babynya dilahirkan, waktu itu ama dr Daniel, gua masih cuti.”

Dalam hati, kapok deh pak pendeta, untuk urusan hidup mati cacat, om akan berjuang.

Om pernah bilang mama kalau Roh itu kekal, badan kita akan mati, tapi roh tidak pernah mati, dia hidup selamanya.

Setiap kontrol, om pasti bilang kalau Tuhan sayang mama dan Tuhan itu baik.

Rasanya malah om yang lebih senang dari mama waktu tahu kamu baby girl, soalnya mama sudah punya tiga boy. Mama protes, bukan karena Tuhan kasih baby girl yang sehat lalu Tuhan dibilang baik, baby boy pun Tuhan sama baiknya. Om tersenyum kocak.

Di awal mama hamil kamu, mama cemas kamu seperti koko Ancil, papa dua kali lipat cemasnya, mama dan kamu.

“Tuhan itu baik,” kata om menguatkan, “RancanganKu adalah rancanganKu, bukan rancanganmu. Dia kasih ganti yang lebih bagus, yang lebih sehat. Kita gak pernah tahu maunya Dia.” Jadi bisa napas lega.

Mama hilang cemasnya saat 12 minggu om usg, memastikan kamu punya tempurung otak, sum-sum tulang belakang yang sempurna dan kamu sehat.

Mama tanya om, kenapa kamu masih bisa rubah posisi jadi tengkurap. Om jawab mungkin masih ada airnya sedikiiittt, kita berdoa aja. Om tepuk-tepuk kaki mama sebelum pergi dan mengingatkan suster kalau perut mama kencang-kencang langsung telpon om.

Mama dengar om instruksi suster gak usah tiap hari CTG, soalnya mahal, sekali CTG seratus ribu, sepuluh kali sudah satu juta. USG seminggu sekali aja sambil lihat perkembangan.

Siang hari teman kantor mama datang, ada ii Paulina, Ade, Dini, Fitri, Nur, Santi. Mama kangen semua. Tiap hari kita penuh tawa canda, kayak lawak srimulat.

Ii Fitri, paling keibuan, langsung suapin mama.

Kalau siang mama suka minta tolong suster menyatukan semua lauk di satu piring, karena mama gak bisa lihat menunya apa.

Di lantai tergeletak potongan puding, begitu mama mau makan eh pudingnya loncat, untung piringnya gak ikutan loncat.

Teman mama gak bisa lama karena kantor sibuk closing, mama gak bisa bantu malah tambah merepotkan, kerjaan mama dibagi-bagi.

Jam 4 sore sehabis koronka tiba-tiba perut mama mulas. Mama panggil suster, tanya apakah kontraksi. Kata suster karena kamu gerak-gerak di dalam, bukan kontraksi, kalau kontraksi perut kiri-kanan kencang semua. Sejak itu mama gak bisa pegang perut lagi, gak bisa taruh tangan diatasmu, perut langsung kencang.

Jam 5 sore tiba-tiba keluar darah. Mama kasih tahu suster dan minta tolong kasih tahu om. Suster gak balik lagi. Disini banyak suster, ganti-ganti shift, ada yang baru belajar, ada yang senior, beda-beda responnya.

Akhirnya mama minta pho-pho dan ii Ming kesini, 15 menit tiba. Darah membasahi ranjang. Ii menghampiri suster untuk kasih tahu keluar darah, barulah suster datang untuk observasi.

Suster mencoba cari jantungmu, mama kesakitan, makin ditekan-tekan, makin kontraksi. Mama bilang, jangan sentuh perut mama, jantungmu baik-baik aja, lebih baik suster cek kontraksi.

Saat CTG ada dua titik yang dipantau, diatas rahim dekat lambung untuk cek kontraksi dan tepat diatas jantungmu. Suster gak mendengarkan, sepertinya mengisi lembaran observasi lebih penting.

Mama minta dipindahin ke kamair bersalin, susternya lebih pengalaman untuk urusan mulas.

Pho-pho kesal suster lambat dan om gak datang. Mama bilang pho-pho kalau suster udah kasih tahu om, kebetulan di Pik, mungkin gak datang kecuali pas ada lahiran.

Mulas datang tiga kali dalam sepuluh menit. Darah mengalir terus. Tenaga mama habis tahan sakit.

Papa lembur, baru tiba jam 8 malem. Papa kaget lihat sprei banyak darah. Jam 8.30 mama dipindah ke kamar bersalin, masuk kamar VK1. Sambil didorong ke kamar itu mama bilang, “Sus, saya gak mau di VK1, di luar masih kosong.” Mama gak mau ke kamar itu, kamar waktu melahirkan koko Ancil.

Di dalam, mama ketemu lagi ama suster di depan kamar praktek om, mama jadi tenang.

Malam ini suster cantik, dandannya soft, biasanya sedikit tebal, suster jadi lebih muda dan segar.

Suster mau periksa dalam, mama bilang barusan sudah. Suster melotot, sepertinya periksa dalam hanya boleh dilakukan di kamar bersalin.

Bukaan satu tapi memang gak terlalu dicek, takut merangsang bukaan.

Suster memasangkan selang oksigen agar kamu gak kekurangan oksigen, infus dinaikkan. Setelah kontraksi reda, mama baru bisa makan malam disuapin papa.

Pho-pho nengokin mama, bawa segelas air isi ramuan dari wihara, pakai dedaunan, air itu diolesin ke dahi, hidung, leher, tangan kaki mama, biar selamat.

Brr.. dingin, mama menggigil.

Mama membiarkan agar pho-pho tenang. Dalam hati, Yesus jaga kita, kita akan selamat.

Papa tungguin mama terus. Suster memberitahu inkubator sudah dihangatkan. Mama bilang kamu, belum waktumu lahir. Infus sudah maksimal, moga-moga masih bisa ditahan.

Suster suntik obat mematangkan paru-paru, rasanya menusuk sampai ke tulang.

Suster cerita kalau baby kecil, biasanya ama dr. Boris. Ada yang 800gr dan hidup, gak napa-napa sampai sekarang, karna ibunya pecah ketuban, ada juga karna preklamsia.

Mama diminta istirahat. Papa tungguin sampai jam 11. Papa belagak cuek waktu suster kasih isyarat tunggu di kamar.

Malam ini sepi, satu pasien di luar. Mama gak bisa tidur, ranjangnya keras, sempit dan tinggi, oksigen bikin mama segar, jantung mama berdetak kencang terdengar di gendang telinga, dipacu seperti lomba lari.

Jam 12 malam, mama balik kamar biar bisa istirahat. Oksigen masih dipasang. Darah masih keluar tapi gak kontraksi. Badai baru aja berlalu.

Pertama kali mama tidur rata biar rilex, gak pikirin ketuban rembes.

Paginya om visit, suster sudah siapkan alat usg.

Begitu om lihat papa langsung bilang, “Tuhan kasih lu cobaan sekali lagi yang berat ya.”

Om memperlihatkan posisimu, sungsang, air masih kering. Nanti melahirkan normal, gak perlu caesar.

“Saat ini belum ada chance hidup, belum sampai 24 minggu, jadi ngapain lukain ibunya dengan caesar. Lain cerita kalau baby ada chance, akan dipertimbangkan caesar. Kalau baby bisa hidup terus, dia akan banyak cacat, buta, tuli, keterbelakangan. Di Amerika, 22 minggu mereka berani claim bisa hidup, itupun didukung dengan peralatan canggih. Indonesia belum bisa, baru ada chance 28 minggu.”

Om tanya agama mama, mama jawab katolik.

“Novena ya, sayang,” kata om. “Istri gua masih novena tiap malam. Gua pernah cerita elu kan, waktu anak gua divonis mati, istri gua novena terus. Dokter sana bilang saat kemo kedua, anak gua akan mati, tapi dia tetap novena. Gua gak mau ikutan novena, malah marah Tuhan kenapa kasih anak seperti ini. Seorang suster Bulgaria sampai nangis gua omelin – suster tahu apa, suster gak kawin, gak berkeluarga, suster gak punya anak- Kasar sekali gua waktu itu. Eh tahunya, gitu kemo kedua berhasil, gua mulai diam, takut juga gua ama Tuhan. Kemo, kemo sampai kemo kelima akhirnya sembuh total.” Om menarik napas panjang.

“Gua masih suka marah Tuhan, kenapa preman, pembunuh, penjahat, anaknya sehat-sehat? Kenapa anak kita sakit? Padahal kita gak buat jahat. Gua akui terus terang, iman gua sering goyang juga.”

Lama om terdiam.

“Kalau kita lihat lagi ke orang lain, banyak yang lebih susah, kita baru bisa merasa. Pasien gua ada yang dari Bali, sampai tiga kali anencephaly dan sampai sekarang belum punya anak.” Om menggelengkan kepala.

“Istri gua ikut gereja gua, GBI, tapi tiap malam dia novena. Novena ya, Yen, minta ama Tuhan tiap malam.”

Om menerangkan semua kemungkinan cacatmu kalau dilahirkan sekarang, organmu belum sempurna, jantung, paru-paru, saluran pencernaan yang mungkin kena paling parah, pendarahan otak, buta, tuli, keterbelakangan dan cacat lainnya.

“Kita coba tahan dia selama mungkin, sematang mungkin dan cacat bisa dihindari. Gak tahu bisa tahan berapa lama. Gak juga semua bisa ditahan, kadang kita sudah coba tahan semaksimal mungkin dengan obat-obatan, tapi baby tetap aja mau lahir. Kalau semua bayi bisa ditahan sampai matang, gak ada lagi cerita baby prematur.”

Mama tanya om obat matangin paru itu sakit sekali.

Om jawab memang sakit, tapi tetap dicoba walaupun umur 24 minggu obat itu gak terlalu efek ke paru dan baru efek bila disuntikkan di 32 minggu.

Hari ini tugas suster berkurang, papa menggantikannya. Tiap setengah jam mama pipis sekalian ganti pembalut karena darah keluar banyak. Papa lebih cekatan dari suster, gerakannya cepat. Papa catat jam mama kontraksi, antara setengah sampai satu jam sekali.

Menjelang siang, ii Natalia datang dengan mamanya, mendoakan mama sambil memberikan kesaksian bagaimana sang mama sepanjang hidupnya sampai sekarang umur 70 dan sakit diabetes, selalu mendoakan anak-cucunya. Gak minta Tuhan supaya anaknya jadi anak juara, sukses, kaya, tapi hanya minta Tuhan supaya anaknya jadi anak yang bersimpuh di bawah salib Yesus, seperti Maria.

Jam 3 siang, mama papa koronka untukmu.

Malam hari koko dan pho-pho datang. Pho-pho bilang mama supaya sering ajak kamu ngomong, bilang kamu gak boleh lahir, kamu pintar, mau dengar orang tua.

Koko Francis ngomong ke kamu, nadanya galak, “Dede, kamu belum boleh lahir. Kamu denger koko ya. Kamu belum mateng, sabar, tunggu di perut mama, sampai kamu mateng, baru boleh lahir. Kalau kamu lahir sekarang, nanti kamu sakit-sakitan.” Lucu gaya koko memarahimu. Koko Vincent juga ngomong sama.

Koko pernah bilang kalau nanti kamu gak boleh nonton Princes kecuali koko sekolah, nontonnya balap mobil, Tom & Jerry. Mainan mobilan.

Mama tertawa, terserah kamu, kamu jaga dede jangan nakal. Mama membayangkanmu jadi anak tomboy bukan girly.

Papa mengantar pulang jam 9 dan langsung balik. Malam ini kotraksi terasa antara 2 sampai 10 menit. Darah sudah seharian mengalir.

Mama telpon sebentar ii Jenny teman mama, tadi siang melahirkan ama om di Pik. Sampai sekarang masih dekat, berempat bareng ii Wellia, baru punya baby, ii Tenny, juga baru melahirkan ama om. Rame kalau cerita anak.

Nama babynya Bryan juga. Ii cerita kalau om jahitnya lama, ada sejam, sekalian merapikan jahitan anak pertama kedua. Ii gak mau tambah anak, besok mau disteril. Sejak om datang sampai selesai, om diam, gak biasanya. Suster gak ada yang berani bertanya. Ii ajak ngomong, om jawab pendek, ii ikutan diam. Ii curiga om punya masalah.

Selesai nelpon, papa bantu mama cuci muka, gosok gigi, siap bobo.

Jam 11.30 tiba-tiba perut mama sakit. Suster datang. Kontraksi tiap 5 menit, makin maju 2-3 menit. Papa catat terus waktunya.

Sakitnya lebih hebat dari kemarin, mama minta suster dipindah kamar bersalin lagi. Tapi suster malah observasi dulu, ambil dopler dulu, menaikkan cairan infus, ambil sarung tangan, dll. Mama bilang suster, jangan dopler, perutnya gak bisa disentuh. Kalau dopler, suster tekan sana sini, cari-cari lagi. Posisimu gak bagus, detak jantungmu berlomba dengan mama karena infus maksimal.

Mama gak punya tenaga, meringkuk tahan sakit. Suster minta mama atur napas, tarik yang dalam lalu buang pelan-pelan.

Jam 11.45 tiba-tiba om muncul. Thanks God! Kayak lihat malaikat penolong! Om gak pake baju dokter, datang begitu cepat. Papa kira om masih praktek dibawah, tahunya om sudah pulang.

Om segera cek bukaan, suster masih kelimpungan carikan gel. Om samber gel di depan mata, gel untuk dopler karena darurat.

“Gak bisa tunggu lagi, ini sudah diujung,” kata om sedih. “Yenny, kita terpaksa akhiri kehamilan ini, bentar lagi mau lahir.”

“Dok, epidural ya? Sakit banget,” pinta mama.

“Gak keburu, ini sudah mau lahir. Tahan sakit ya, sayang. Pindah kamar bersalin.”

“Langsung ke VK1,” kata om pada suster.

Om jalan duluan. Mama menyusul dibelakangnya, sambil tiduran didorong suster ke kamar bersalin.

Begitu mama tiba, om sedang mendorong alat usg, pasang kabel dan mempersiapkan usg, sementara para suster menyiapkan alat melahirkan, memindahkan mama ke ranjang bersalin dan posisi bersalin.

Papa terus di samping mama, tapi karena banyak suster seliweran, papa diminta tunggu di luar dulu.

Sesaat om mempelajari posisimu lewat usg, “24 minggu! Masih ada harapan hidup! Cepat panggil dokter anak, dr Boris!”

Suster lari ke depan, telpon dokter anak.

Om ngomong sendiri, “Keburu datang gak ya Boris, tengah malam gini...”

Om pakai baju pelapis untuk melahirkan.

Suster masih mondar-mandir bawa alat-alat, om memperhatikan lalu menegurnya, “Kenapa lu orang pada panik gitu sih? Tenang aja. Gua kan sudah disini. Ayo, jangan pada panik.”

“Iya nih, Dok, bingung.. musti gimana?” jawab suster.

Om keluar sebentar, masuk lagi bawa dopler. Baru aja dopler ditaruh di perut mama, langsung ditarik kembali, “Gak perlu dopler, percuma, jantung anak ama ibu sama cepetnya, kejar-kejaran.”

Om taruh tangannya di perut mama pantau kontraksi, “Kita lahirkan dia malam ini juga ya, Yen, tahan, jangan ngedan dulu ya, nanti kalau gua suruh ngedan baru ngedan. Tahan sebentar.”

Om mengalihkan percakapan, “Tadi siang teman lu, Jenny sudah lahiran. Dia tanyain lu, gua bilang lu masih gua tahan.”

“Besok dia steril, Dok.”

“Iya. Lu dekat ama dia?”

“Dekat, teman SMA.”

Suster berlari masuk, memberitahu dr Boris gak bisa dihubungi. Suster menawarkan dr Andry.

“Boleh, dokter anak siapa aja.” kata om, nadanya cemas.

“Untung pas gua ditelpon, gua belum masuk tol, hampir aja masuk pintu tol, gua langsung putar balik. Kalau sudah keburu masuk tol, gak bakal keburu kesini. Pas pulang, feeling gua gak enak.”

Mama minta suster menyelimuti kaki mama dengan kain, kamar ini dingin sekali. Suster malah menyelimuti dada.

Mama minta lagi, “Sus, kakinya mau diselimutin, ama tolong panggil suami saya.”

Suster menatap om minta persetujuan, om langsung bilang, “Ambil kain apa aja, selimutin kakinya, dia kedinginan. Suami panggil masuk.”

Suster kabur untuk panggil papa.

Gak lama papa masuk.

Mulas datang lagi. Tangan om masih di perut mama, “Tahan sakit ya, sayang, sebentar aja kok, gak perlu sampe bukaan lengkap sudah lahir. Jangan ngedan dulu. Pantat nempel di ranjang, jangan angkat, nanti wasir. Relax, sabar, tahan ya.”

Puncak mulas datang, om beri aba-aba, “Ya! Siap-siap ngedan yang kuat!”

Mama ngedan, tenaga mama sudah terkuras habis sedari tadi.

Darah menyembur, menciprat ke segala arah hampir satu meter, kamu lahir! Sungsang.

Om menangkapmu, buru-buru gunting tali puser, lalu dengan sebelah telapak tangannya menaruhmu di ranjang baby.

Papa disisi mama melihatmu lahir.

Mama dengar suaramu sesaat, “Wa.”

“Hidup, dok?” tanya mama.

“Hidup! Tadi barusan langsung nangis,” jawab om.

Suster melongok, “Dr boris masih belum bisa dihubungi, dr Andry jadinya.”

“Gak masalah, yang penting bisa datang sekarang juga.”

Suster langsung membawamu ke di inkubator. Papa menemanimu.

Mama menanyakan suster, jam kamu lahir. Kata suster, pas jam 00.00. Mama sempat lihat jam menjelang kamu lahir, kamu lahir barengan Bryan atau besoknya.

Dokter masih sibuk, memijat-mijat perut mama.

“Tadi digunting?” tanya mama.

“Gak. Dia kecil sekali. Tahan sakit ya, jangan ngedan, gak boleh ngedan lagi. Nanti bisa pendarahan. Gua keluarin plasentanya dulu. Lu tahan sakit ya.” Om terus memijat dan memencet perut mama.

Plasentamu sulit sekali dikeluarkan, prosesnya lebih lama dari melahirkanmu. Om susah payah mengeluarkannya karena jaringannya masih menempel keras di rahim. Om terus menekan perut mama kiri-kanan, tapi plasentanya gak mau lepas juga. Setelah lama, akhirnya berhasil.

“Perlu disiapin darah?” tanya mama, semoga gak pendarahan.

“Gak perlu. Gua yakin lu gak pendarahan. Abis ini gua kuret ya, jaringannya masih muda, takut gak bersih malah bikin pendarahan. Gua gak mau repot belakangan. Gua bikin lu tidur bentar aja, 15 menit, begitu lu bangun, gua sudah selesai beresin lu.”

Om minta suster siapkan alat kuret dan suntikan.

“Dok, besok mau steril ya,” kata mama.

“Belum boleh. Lu masih muda. Baru berapa sih lu?”

“35,” kata mama.

“Tuh.. masih muda banget. Lu lahir satu lagi, kali ini jaga dulu, setengah tahun paling cepat, baiknya setahun, hamil satu lagi.”

“Gak mau, sudah empat kali ngelahirin.”

“Lu lahir satu lagi. Pokoknya gua gak kasih lu steril. Anak lu baru dua.”

“Lha yang ini?” tanya mama.

“Gua belum hitung. Gua masih hitung anak lu baru dua. Pokoknya gua gak mau, lu jangan paksa gua lagi. Sudah, gua mau kuret lu sekarang. Lu ada pasang gigi palsu gak?”

“Gak”

“Sus, suntik (sekian) ml,” kata om.

Pergelangan tangan mama disuntik, aliran dingin menyebar sampai lengan, mama tertidur.

Gak lama, mama sudah sadar, suara suster ramai diluar. Kamar sudah rapi. Mama juga.

”Babynya gimana, sus?” tanya mama.

“Aktif, tendang-tendang,” jawab suster. “Dr Boris juga sudah datang.”

Di luar, om ngobrol dengan suster. Om ribut laper berat, minta pop mie. Suster sudah masakin indomie.

“Gila, banyak banget mienya!” seru om. “Lu orang, kayak gua gak pernah makan indomie aja, ini mah ada lima bungkus! Ayo ngaku, berapa bungkus?”

Suster gak ada yang jawab, malah tertawa semua.

Papa menghampiri mama, baru selesai dengan om Boris. Om menjelaskan umur 24 minggu ada kemungkinan cacat buta, tuli, keterbelakangan. Ditengah jalan bisa masalah jantung, paru-paru. Biaya besar sekali, apalagi baru-baru dirawat begini, bisa 2 sampai 3 juta sehari. Om menanyakan papa mau dilanjutkan atau tidak. Papa jawab dilanjutkan. Om bersedia merawatmu.

Sehabis makan, om menengok mama. Mama langsung ingat, “Dok, mau steril ya.”

“Gak boleh, jangan ditanya lagi. Sudah, lu istirahat ya. Lu tenang aja, gak akan pendarahan, gua udah beresin tadi. Sekarang lu istirahat ya,” katanya sambil senyum, menepuk-nepuk tangan mama lalu om pulang.

Setengah jam mama balik ke kamar. Suster menanyakan apa mama bawa korset melahirkan. Mama gak bawa, belum siap apa-apa. Suster memasangkan gelang pink ke mama, tanda baby girl.

Papa ngantuk berat, kecapean melewati yang paling ditakutinya. Satu babak selesai, masih ada babak lain yang lebih panjang dan menegangkan menunggu.

Mama bilang papa mau ganti namamu, gak jadi Althea Ricci, dari St. Matteo Ricci, misionaris pertama di Cina, habis kamu nakal, begitu cepat lahir, musti dikasih santa pelindung yang kuat. Mama bingung antara Faustine Mary atau Mary Faustine. Mama bilang, Faustinenya didepan, biar di sekolah ambil raportnya cepat.

”Ngapain ambil raport dipikirin?” sahut papa. “Besok aja cari nama, ngantuk.”

“Sudah diputusin. Faustine Mary,” kata mama.

“Lebih manis Mary Faustine,” kata papa.

Mama menjelaskan, nama santa pelindungmu, Faustine bukan Mary, karena Maria otomatis jadi ibumu. Marga ibu selalu dibelakang, kamu anak Maria, jadi kamu punya ibu sekaligus punya nanny, St Faustine, yang akan mendampingi Maria menjagamu.

Mama gak tidur, jantung berdebar-debar karena infus kontraksi balik. Mama ingat kembali saat melahirkanmu, tanpa kesulitan berarti. Mama gak habis pikir kamu bisa lahir tanpa muka meleot atau tangan kaki menempel.

Fisikmu sempurna, kata papa, mukamu mirip koko Francis, semuanya serba kecil seperti miniatur bayi.

Mama berdoa untukmu agar kamu terus hidup. Berjuang, sayang, giliranmu belum selesai, malah baru aja mulai.

Jam 6 pagi, mama sms mengabarkan kelahiranmu ke beberapa teman, mohon doa untukmu agar bisa kuat bertahan hidup.

Banyak yang mendoakanmu. Mama percaya kalau kamu akan terus hidup lewat doa yang dipanjatkan. Ii Chatrine sms bilang kalau mulai hari ini kamu menjadi ujud doa harian di seminari, tempatnya calon-calon pastor MSC, di Menado.

Jam 7, pho-pho, ii Ming, kiu Fuji dan kiu-me Diana datang. Mereka melihatmu di inkubator, takjub dengan kemungilanmu, seorang diri berjuang bertahan hidup.

Kamu dibungkus plastik hijau supaya lebih hangat. Tadi malam om sudah memasang alat bantu napas dan kakimu ditempeli penghangat.

Pasti kamu ketakutan dan kesepian. Di saat kamu nangis, mama papa gak bisa menemanimu.

Kamu berbaring di dalam rumah kaca ukuran 1m x ½m supaya kamu tetap hangat dan melindungimu dari kuman.

Jam 8 om visit, tampil beda pakai baju hitam-hitam, bluetooth hitam di telinga, tinggal kasih cerutu mirip mafia di film mandarin, mirip Chow Yun Fat juga di film God of Gamblers.

Om periksa kontraksi balik mama, bagus katanya, “Lu jangan tutup dulu, tadi malam lu minta tutup karena lu lagi down.”

“Gak down,” kata mama. “Emang mau steril.”

Pho-pho menambahkan kalau kandungan mama gak kuat.

“Siapa bilang kandungannya gak kuat?” kata om. “Hamil sebelumnya malah telat lahir, kita sampai paksa dia lahir, waktu itu masuk 42 minggu. Itu berarti kandungan kuat. Masalah baby gak ada tempurung, masalah lain, penyebabnya gak diketahui, bukan masalah kandungan. Kalau yang sekarang lahir kepagian, juga bukan masalah kandungan. Kita sudah berusaha tahan baby supaya gak kepagian, tapi dia tetap mau lahir. Mau gimana lagi. Daerah vagina memang banyak kuman, gak seorangpun bisa tahu kapan kuman itu akan menyerang ke atas dan memecahkan selaput ketuban. Mungkin juga karena leher rahim ada terbuka sedikit, sehingga ada lubang sedikit dan begitu tekanan dari atas ke lubang itu, selaputnya pecah. Mungkin juga dari keputihan. Pasien kadang malu mengakui. Dokter gak tahu kalau pasien gak ngomong. Bisa juga selaput yang terbentuk memang tipis. Kita gak tahu, semua kemungkinan ada, tapi kandungannya tetap baik dan sehat. Tahun depan tambah satu anak lagi. Tiga anak baru cukup. Menurut gua sih, dua masih kurang, tiga pas. Tahun depan, ya? Lu KB dulu. Gua aja udah punya dua anak sampai sekarang nyesal minta ampun, nyesal cuma punya dua, mau tambah satu lagi, tapi umur sudah segini, sudah tua, gak lucu kan kalo temen anak gua datang ke rumah terus tanya - itu kung-kung elu, ya?- Padahal gua papinya. Percaya gua, tambah satu.”

“Anak dua cukuplah,” sahut pho-pho.

“Waduh.., kalau anak cuma dua, nanti praktek sepiiiii,” kata om tertawa girang.

Setelah om pergi, mama telpon ii Jenny kasih tahu bentar lagi om akan kesana operasi dia. Ii bilang, ngaco, om sudah selesai dari jam 7, pagi banget, masih ngantuk sudah dibangunin untuk operasi.

Lha, jam 1 malam masih beresin mama, masa sepagi sudah selesai beresin ii juga? Kapan tidurnya?

Setelah sembilan jam melahirkan, mama belajar duduk. Kepala terasa berat, semuanya mutar, keringat dingin. Satu jam mama cuma duduk pegangan erat besi ranjang. Setelah stabil, mama belajar berdiri. Papa pegangin terus takut jatuh. Belajar melangkah seputar kamar, begitu gak terlalu goyang, mama jalan pegangan tembok dan papa, ke kamar baby menengokmu. Mama menunggu lama diluar karena suster sedang ada tindakan di kamar nicu.

Kamar baby penuh baby yang tidur di ranjang dorong sampai mengelilingi seluruh dinding kamar. Ada beberapa baby disinar karena kuning. Saking penuhnya, beberapa baby ditaruh di satu ranjang lebar, muat tujuh baby. Ada dua ranjang lebar. Suster sibuk merawat baby yang begitu banyak.

Kamar nicu ada di dalam kamar bayi, letaknya mojok, kamar tersendiri dengan jendela kaca besar. Kamarnya kecil, penuh alat icu, monitor, tabung oksifen, layar komputer, kabel, tombol dan selang-selang. Ada meja kursi, catatan data baby, lampu rontgen, tiga inkubator, ranjang dorong baby high-care, meja dorong menaruh peralatan medis masing-masing baby di inkubator, ada jarum suntik mini, alat mirip juicer berisi cairan pink, botol infus. Dua suster stand by. Waktu mama papa masuk, langsung penuh sesak, hanya ada space berdiri tepat disamping inkubatormu.

Mama papa melihatmu dari balik rumah kaca. Mama menyapamu, hai dede, mama datang, mama sayang kamu, mama disini. Kamu bisa merasakan mama hadir dekatmu.

Mama gak nangis melihatmu yang begitu kecil, kamu menakjubkan! Bagaimana mama bisa nangis, kamu cantik sekali, sempurna.

Tanganmu menggapai-gapai, mencari tangan mama untuk menggenggammu, kakimu terus menendang-nendang di udara.

Kamu hidup!

Kamu terus bergerak seakan memberitahu mama bahwa kamu baik-baik saja, kamu kuat, terus berjuang untuk hidup.

Kamu hebat, sayang!

Saking kecilnya, kamu tidur diatas pempers yang jadi ranjangmu. Matamu masih tertutup, baru terbentuk seburat garis tipis, calon kelopak mata. Alis dan rambutmu sudah ada, rambutmu akan lebat seperti koko. Telinga sudah sempurna lekuknya. Pipi banyak bulu halus.

Mama gak bisa lihat hidungmu karena diarahkan ke selang oksigen, tertutup plester. Kepalamu kecil, juga jari tangan kaki. Telapak tanganmu sebesar kuku mama.

Dadamu naik turun, bernapas dengan teratur. Teruslah bernapas, hiruplah kehidupan!

Kaki kiri yang mungil ditempeli pemanas sensor merah, sinarnya sampai menembus tulang kaki. Kulitmu merah tua, tipis, belum jadi kulit normal, mama bisa melihat urat-urat halus warna biru di tubuhmu.

Pusermu ditembusi dua selang untuk makan minum, seakan kamu masih dalam perut. Mulut juga ditembusi selang untuk sedot cairan lambung.

Apa selang-selang itu menyakitimu? Kamu menjawabnya dengan terus bergerak.

Suster memberitahu kalau kamu masih puasa, belum makan minum.

Di luar rumah kacamu banyak alat untuk memantau kadar oksigen yang kamu hirup, mendeteksi paru-paru dan detak jantungmu.

Mama melihat ada dua baby boy di dalam inkubator juga, 1020gr dan 1250gr. Mereka terlihat besar, tidur tengkurap, gak ada selang-selang, kecuali satu selang di mulutnya untuk minum asi. Lahir 29 Desember dan 1 Januari, ama om Daniel, saat om cuti. Dokter anaknya om Boris.

Mama gak boleh lama-lama karena alarm temanmu bunyi tut..tut..tut. Mama terkejut. Suster menjelaskan kalau temanmu lupa napas, kebiasaan baby prematur. Terlihat gambar lonceng di monitor dan lampunya kedap kedip, angkanya 85.

Suster mempersilakan mama papa keluar, temanmu akan dilakukan tindakan. Mama lihat suster lain pakai sarung tangan, buka jendela inkubatornya, mengusap-ngusap dadanya lalu menepuk-nepuk pahanya, suster membangunkan dan mengingatkannya supaya jangan lupa napas.

Dede, kamu jangan malas napas. Mama akan kembali lagi menengokmu. Bertahan ya, sayang, berjuanglah terus.

Saat kembali ke kamar, mama tanya papa, kenapa masih banyak baby seumurmu yang diaborsi.

Mama pernah baca, ada ibu minta tolong apa yang harus dilakukan untuk mengaborsi babynya umur 5,5 bulan, dimana tempat yang dapat melakukannya dengan aman.

Umur yang sama denganmu. Padahal kamu sudah bisa hidup, bisa napas, bahkan kamu sudah menangis dengan suara yang lebih mirip rintihan daripada tangisan. Saat ini kamu memang masih perlu alat bantu napas, tanpa ini semua dalam hitungan jam kamu akan berlalu, tapi ini bukan alasan untuk melenyapkan sosok yang mungil.

Mama juga terima banyak tamu, ii Hartati, Livia, Fanny, Mona, Juliana, bu Arya, ii Christine, om She Siung, ama, apek, aem. Mereka hanya bisa melihat fotomu.

Jam 4 sore baru sepi, mama tidur sebentar, dua hari belum tidur. Jam 6, ii dan kung-kung datang. Mereka gak bisa melihatmu, pintu kamar bayi gak bisa dibuka, penuh ranjang saat babyshow.

Malam hari, mama papa menengokmu. Kamu tidur pulas. Kondisimu seharian stabil. Selamat bobo, malaikatku. Mama mendoakanmu dari kamar.

Mama hanya bisa menengokmu satu-dua menit saat semua baby di nicu tenang, saat suster gak ada tindakan. Mama mengerti, merawat baby prematur sepertimu perlu konsentrasi dan ketelitian tinggi, selangnya tipis, sehalus benang.

Paginya, mama sudah sehat, langsung menengokmu. Hanya melihatmu, mama melihat keajaiban, kamu bangun, aktif bergerak, tanganmu bergerak kemana-mana, jarimu gatal menarik selang di puser, mau mencopotnya. Mama takut kamu cukup kuat, nanti om repot musti memasangkannya kembali. Mama tanya papa, apa suster perlu dikasih tahu. Kata papa gak perlu, suster pasti tahu.

Warna kulitmu berubah lebih merah, kecoklatan. Dua selang di puser diberi nama Arteri dan Vena. Kamu terlihat lebih kurus. Mulutmu menganga karna ada selang, terlihat lidahmu mungil seperti pucuk daun.

Kamu nangis, mama tempelkan telinga di inkubator, suaramu terdengar kecil sekali. Ya, sayang, mama tahu kamu panggil mama, mama mendengarkannya.

Lagi-lagi suster melihat ke arah mama memberi isyarat waktu habis, temanmu mau sarapan asi, suster sudah memegang jarum suntik berisi asi, siap disuntikkan ke selang.

Saat mama keluar, mama dengar alarm bunyi, bukan alarmmu, temanmu paling ujung lagi. Kaki mama lemes, dada mama sesak. Suara alarm seperti sinyal yang memberitahu orang di sekitarnya kalau dia kritis, berada antara hidup dan mati. Mama ke kamar, doa koronka untuk semua baby di nicu. St. Faustina menuliskan doa koronka sebaiknya didoakan saat sakratulmaut.

Mama minta papa beritahu administrasi hari ini pulang. Mama yakin om kasih, waktu lahir koko Ancil, besoknya om ijinkan pulang.

Ii Jenny telpon, tanya apa mama pulang. Mama jawab mau, tunggu om visit. Ii sehari lagi, tapi besok om cuti. Om visit pagi sekali jam 6, ii baru buka mata.

Jam 9 om Boris visit, “Masa kritis 3-4 hari. Setelah itu masih kritis terus sampai dua minggu. Sejauh ini bagus, stabil. Moga-moga bisa bagus terus. Perjalanan masih panjang. Dua minggu pertama, baby belajar survive, belajar hidup dengan paru dan jantung dulu. Dua minggu setelahnya, baby belajar makan. Berat badan akan turun terus, mungkin turun sampai 500gr, setelah mencapai titik tertentu stak sebentar baru pelan-pelan naik. Jadi jangan kaget kalau baby kelihatan tambah kurus. Lalu kulit akan mengering, keriput, gak papa, warnanya perlahan akan berubah. Semua tahap harus dilewati. Nanti sambil jalan, bila perlu akan di rujuk ke dokter mata, telinga, paru-paru atau dokter jantung, orangtua dikasih tahu. Tapi nanti. Sekarang yang terpenting bisa lewat masa kritis. Yang paling ditakuti baby kena infeksi, bisa fatal. Mama pompa asi terus, tiap hari kirim asi ke rumah sakit, kalau masih banyak juga, asinya pompa dan buang aja, yang penting dimaintain agar terus asi, suatu hari nanti baby sudah bisa makan, asi sudah tersedia. Jangan bayangin baby akan minum asi banyak, awalnya hanya akan minum 0.5 cc, 1 cc paling banyak, pelan-pelan bertambah.”

Jam 10 om visit. “Yenny, lu pulang ya hari ini.” kata om dengan riang gembira.

“Iya, sudah kelamaan disini.”

Om tertawa. “Gimana? Ada yang sakit?” tanyanya sambil periksa mama.

“Gak ada,” jawab mama.

”Gua sudah lihat baby lu pagi ini, dia sehat, stabil. Good! Waktu gua di Philipina ama Phan Oto, pernah juga baby 600gr, hidup, gak masalah. Untuk paru-paru, gua bilang dia mungkin kuat. Karena sepuluh hari dia ditahan, tubuhnya membentuk steriod. Tubuhnya langsung mempersiapkan diri untuk hidup diluar. Obat matangin paru-paru makanya gua bilang gak terlalu efek buat dia, karena dia akan bentuk sendiri dari dalam. Dia mungkin akan kena di pencernaan karena selama sepuluh hari lu minum antibiotik dosis tinggi. Gimana lagi, abis dia gak bisa ditahan. Kita berdoa aja, Yen, bagi Tuhan gak ada yang mustahil. Moga-moga dia bisa terus hidup! Dia masih akan makan biaya besar sekarang. Elu sudah tanya admin? Sekitar 2 - 3 juta kalau gak salah?”

“Iya, tadi tanya 2 - 3 juta. Kemarin dr Boris juga bilang.”

“Yang bikin mahal karena dia masih pakai ventilator, alat bantu napas. Gitu ventilator dilepas, biayanya akan pelan-pelan turun. Jalani aja, Yen, terus berdoa, novena, minta ama Tuhan. Gua resepin lu antibiotik, kemarin lu lama ditahan, gua kasih antibiotik buat lima hari lagi. Biarin boros antibiotik yang penting gak infeksi. Perlu obat stop asi?”

“Gak. Dr Boris bilang, asi pompa terus, sampai suatu hari lagi dia bisa minum.”

“Betul. Memang asi paling bagus untuk baby seperti dia,” kata om.

Mama tanya, “Dok, obat anti sakit gak usah, masih banyak sisa waktu lahiran kemarin.”

“Gak masalah kalau tahan sakit. Kontrol seminggu.”

“Makasih ya, Dok,” kata mama.

“Sama-sama,” kata om sambil salaman.

Akhirnya mama boleh pulang.

Mama papa menengokmu sebelum pulang. Kamu bobo pulas. Bertahan sehari lagi ya, sehari aja. Mama akan minta Tuhan menambahkan umur sehari demi sehari, agar kamu tambah kuat. Mama gak berani minta lebih dari sehari, biarlah sehari, besok sehari lagi. Mama akan minta terus ama Tuhan.

Malam hari, ii Tenny ke rumah, habis nengokin ii Jenny juga. Ii kasih mama bukunya “Aku terlahir 500gr dan Buta” ditulis Miyuki Inoue dan “Hiduplah Anakku, Ibu mendampingmu” ditulis mamanya Miyuki, Michiyo Inoue. Ceritanya mirip denganmu. Miyuki prematur 22 minggu, sekarang 25 tahun. Ii membawakanmu satu set bantal baby, kasur pink, gambar beruang kecil.

Mama lihat foto di buku itu, gak berani baca, takut kecewa kamu gak seperti dia, hidup terus walau buta.

Setelah lima bulan di inkubator, Miyuki beratnya baru 800gr. Mamanya paksa pulang setelah dirawat tujuh bulan, beratnya 1800gr.

Om bilang kamu mungkin dirawat tiga bulan, setelah baca buku, rasanya kamu akan dirawat enam bulan.

Tanggal 13 Januari, umur 3 hari, jam 8 pagi mama papa sudah di depanmu. Mama menanyakan suster keadaanmu, katanya kamu stabil. Kamu sudah bangun pagi ini, seluruh tubuhmu gerak-gerak, tanganmu buka tutup seperti senam pagi, kakimu bengkok ke kiri kanan, tendang pampers yang ujungnya bergelombang. Kepalamu masih diganjal kain kiri kanan agar hidungmu terarah ke alat bantu napas.

Mama menempelkan telinga di inkubator, terdengar suaramu, cuma sebentar karena baby diluar suaranya lebih keras, seperti orkestra baby.

Seperti om bilang, tubuhmu mengurus, kulitmu keriput, ada kerak disana sini, di beberapa tempat mengering, nyaris mengelupas.

Hari ini mama belum bawa asi, rasanya besok bisa. Tadinya mama pikir mama belum akan produksi asi, kelenjarnya belum siap, tapi begitu kamu lahir, langsung siap. Tuhan ciptakan supaya semua baby bisa makan.

Semua temanmu bobo. Dengan begini suster gak akan kasih isyarat mama untuk buru-buru pergi. Mama lihat teman sebelahmu sudah besar tapi masih kurus. Begitu di luar, lihat temanmu tiga kilo seperti lihat baby gajah. Besar sekali.

Sepulang rumah sakit, mama ke bank. Papa dapat cuti dua hari jadi bisa menemani mama. Mama tahu kalau belum boleh kemana-mana, belum boleh kena angin, kalau pho-pho tahu pasti marah. Mama papa harus siapkan dana rumah sakit.

Untungnya ketika pulang, rumah sakit gak minta deposit banyak. Atm mama gabung papa hanya cukup untuk bayar rawat inap sebelas hari, belum masuk perawatanmu di nicu, biaya belum selesai dirangkum.

Awalnya papa hitung dana untuk seratus hari pertamamu, setelah baca buku dananya harus enam bulan. Kantor papa menanggung kesehatan untuk anak, tapi karena papa kerja pabrikan dengan ribuan buruh, jatahnya disamakan buruh, gak cukup. Mama bukan single parent, jadi gak ditanggung kantor.

Mama mencatat jatuh tempo deposito. Mama minta dijelaskan credit card. Pegawai bank gak percaya, tanya berkali-kali, yang benar aja, belum pernah punya credit card, statusnya karyawan, minimal punya satu, dikiranya mama bohong. Papa yang juga belum punya, ikut ditanya. Mama sebal sindirannya tapi tahan kuping, mama kan belum akan berhutang. Kalau dana gak cukup, mama pinjam saudara, kalau belum cukup juga pinjam kantor mama dan kantor papa. Credit card untuk jaga-jaga dirujuk rumah sakit lain, biar gak dipersulit. Kata suster, biasanya dirujuk ke Harapan Kita.

Banyak yang mengingatkan mama jangan habis-habisan untukmu karena koko perlu sekolah. Bagi mama, kamu sama aja, mama pasti melakukan hal yang sama kalau koko sakit. Hidup lebih penting, jauh berharga dari uang atau apapun. Uang masih bisa dicari, rejeki Tuhan yang atur.

Papa takut kamu buta. Papa gak bisa membayangkan membesarkanmu. Mama bilang, kalau hanya buta bagus, gimana kalau cacat seperti Helen Keller, buta, tuli, bisu atau lebih parah. Kalau sampai terjadi, kita akan siap, saat ini memang belum, nanti pasti ada jalan, sambil jalan belajar.

Teman mama, ii Juliana pinjamkan pompa asi elektrik, mama berterima kasih, di rumah gak ada peralatan baby. Ii Ming kasih sepuluh botol susu untuk simpan asi dan pemanas untuk steril botol. Semua sudah lengkap, mama bisa mulai pompa dan peras asi. Asi pertama selalu bikin mama demam, waktu koko Vincent, papa antar mama ke ugd tengah malam karena kejang. Kali ini gak boleh panas, mama gak mau ke rumah sakit atau minum obat. Om melarang mama makan jamu atau arak, kamu butuh asi yang bagus.

Waktu menengokmu, mama lihat suster sedang mengeluh karena saat menghangatkan asi untuk temanmu, tercium bau jamu. Mama akan memberimu asi terbaik.

Perjuangan keras untuk asi, mama terus coba, mama tahu kamu berjuang lebih keras, bahkan untuk setiap tarikan napasmu kamu harus mengerahkan seluruh tenaga dan tahan sakit. Mama gak boleh kalah. Asi pertama 5 ml, setelah memeras sejam dan keringat satu badan. Mama menaruh di frezer, besoknya tinggal kerak kuning di dasar botol. Mama coba terus, tambah jadi 10 ml, 15 ml.

Mama bawakan banyak asi di hari kelima, disimpan di beberapa botol. Suster bilang, kemarin siang kamu sudah coba minum asi 0.5 ml, tapi kamu muntah, pencernaan belum siap, jadi kamu dipuasakan tiga hari. Mama sedih mendengarnya. Di selang mulutmu ada cairan hitam berasal dari lambung.

Mama gak sempat main ama koko karna sibuk asi, koko mengeluh. Mama membujuknya, menjelaskan kalau kamu hanya bisa makan asi, koko bisa makan macam-macam. Akhirnya koko ngerti.

Koko belum sadar kalau kamu sudah lahir, koko gak pernah melihatmu, cuma lihat foto dan videomu di hp. Koko gak bisa membayangkanmu, boneka beruangnya lebih besar darimu, boneka pandanya lebih gendut darimu.

Mula-mula suster mengikat tangan kananmu dengan perban, gak kencang, supaya tanganmu gak narik selang. Esoknya suster mengikat sebelah lagi. Sekarang dua tanganmu terikat. Mama tertawa, kamu memang nakal, gak bisa diam, anak yang gak tahu bahaya.

Sekarang mama bisa melihat dahimu, om telah mengganti selang napasmu yang lebih kecil jadi kepalamu bisa bergerak bebas. Hidungmu penuh perban untuk selang itu.

Mama papa biasa menengokmu jam 6 pagi, sebelum antar koko sekolah. Pagi ini suster bilang jangan lama, inkubatormu mau dibersihkan. Warna kulitmu mulai bagus, putih menguning. Ada beberapa titik di pahamu, bekas suntikan ambil darah. Tanganmu bergerak-gerak, kakimu tendang-tendang, mulutmu megap-megap, mama gak dengar suaramu walau mama menempelkan telinga di inkubator.

Pemanas dipindah ke kaki kiri, kaki kananmu bebas. Dadamu terlihat tulang garis-garis, masih kurus, perutmu sedikit membesar, seperti busung lapar, kulit perut merenggang, banyak pembuluh halus, ada bercak darah di sekitar pusermu.

Suster mengatakan kalau sampai selangmu tersumbat maka harus cari di vena, hal ini sulit karena nadimu halus.

Sakit sekali, de? Mama gak bisa meredakan sakitmu, gak bisa menggantikanmu, bahkan mama gak bisa lebih dari 2-3 menit disisimu.

Hari ini temanmu tambah satu, beratnya 1750gr, tidur di ranjang babynya, hanya kepalanya saja yang diberi rumah kaca, seperti rumah burung.

Umurmu 7 hari, sabtu, mama papa menemui om menanyakan perkembanganmu. Mama maunya tiap hari, papa bilang jangan, kalau om gak telpon berarti kamu baik-baik aja.

Om bilang kamu relatif stabil, perjalanan masih jauh, jangan sampai kamu infeksi. Oksigen sudah seminimal mungkin antara 15-16, hanya untuk jaga-jaga kalau kamu tidur suka lupa napas, bisa bablas. Kadang bisa sampai biru kalau lupa napas. Temanmu yang sudah 1 kg juga suka lupa napas, kata om sambil menunjuk ke temanmu yang paling ujung. Nanti di umurmu tiga minggu, mau periksa mata. Kamu juga sudah mulai minum asi 0.5 ml, 12 kali sehari, tiap dua jam. Kemarin baru 6 kali. Mama lega mendengarkan penjelasan om.

Di luar kamar baby, saat menunggu om, ada seorang ibu menunggu putrinya melahirkan tanya mama, berapa berat baby. Mama bilang 6 ons. Dia jawab, oo.. tiga kilo enam ons. Mama meralatnya, hanya 6 ons. Dia terkejut. Ibu itu bilang om Rony cuti mendadak, pakai dokter pengganti, belum datang.

Mama daftar kontrol berikut, dapat rabu malam, lainnya penuh. Mama gak masalah, sudah sehat. Om cuti mendadak lama, dari selasa sampai sabtu belum ada kabar. Informasi mengeluh pusing diomelin banyak pasien om karna geser jadwal. Mama rasa om juga gak mau terjadi.

Esoknya mama menjengukmu, kamu tidur pulas. Mama hanya sebentar karena alarm temanmu bunyi. Papa dan koko yang masih tidur menunggu di mobil. Mama sengaja membangunkan koko pagi-pagi ke gereja. Mama masukkan intensi misa untukmu.

Esoknya lagi, kamu juga tidur nyenyak. Mama melihatmu tersenyum. Cantik sekali! Manis sekali kamu! Sering-sering senyum, sayang. Apa kamu sedang bercanda dengan malaikat pelindungmu?

Kelopak matamu lebih panjang dari kemarin, garisnya makin tegas. Matamu masih tutup. Bekas suntikan baru di pahamu, lagi-lagi diambil darah. Disekelilingmu ada selang baru, katupnya banyak.

Papa mengurus surat keterangan lahirmu, sudah sembilan hari belum selesai juga. Kata Informasi karna panjangmu belum diisi. Papa bilang ukur kira-kira aja atau pakai benang, kamu gak mungkin dikeluarkan inkubator, gak masalah selisih beberapa senti. Surat itu perlu untuk urus Akte Lahir. Setelah telpon sana sini, suratmu beres juga. Tertulis namamu, nama mama papa, lahir 11 Januari 2009, jam 00.00, berat 600gr, panjang 29 cm.

Hari ini ada satu keanehan, inkubator paling ujung kosong!

Papan namanya sudah dicabut, bersih, sekelilingnya juga bersih seakan-akan gak pernah dihuni.

Kemana temanmu?

Sejak kemarin, waktu mama menjengukmu, alarmnya bunyi terus, mama melihat angka monitornya turun terus. Suster berada di kiri-kanannya, cemas.

Apa dirujuk rumah sakit lain atau..?

Mama gak berani tanya suster. Sepertinya terjadi sesuatu. Dia paling berat diantara kalian bertiga.

Seharian mama sedih, mama takut hal yang sama terjadi padamu. Membayangkannya saja buat mama sesak, berada antara hidup dan mati.

Mama hanya bisa pasrah, kalau Tuhan mau mengambilmu, ambillah, kalau Tuhan mau kamu hidup, hiduplah. Mama mohon yang terbaik untukmu.

Berjuanglah terus, berjuanglah terus.

Hari kesepuluh, giliran alarmmu bunyi. Mama lemas, napas mama seakan berhenti bersamamu. Suster memberitahu mama kalau sudah sejak semalam alarmmu bunyi. Om sudah tahu. Kadar oksigenmu turun terus, kamu makin suka lupa napas saat bobo. Bahkan saat pipis, kamu ngedan, juga suka lupa napas.

Mama pasrah.

Ii Leny, teman mama menyarankan pindah dokter, anak temannya 800gr, sekarang sehat. Mama gak berani ambil resiko pindah dokter atau rumah sakit.

Tubuhmu tertanam selang, apa harus dicabut, bagaimana kalau terjadi sesuatu di jalan?

Disini, 800gr om bilang ada dan hidup, 600gr belum dengar. Papa baca, 500gr, hidup, di Semarang tahun 2003, ditangani tim dokter, jadi kebanggaan rumah sakit.

Mama berkata dalam hati, nyawamu di tangan Tuhan, bukan dokter. Mama katakan berkali-kali. Semoga mama gak salah ambil keputusan.

Siang hari mama ke gereja, jam 2 sampai jam 3, jalan salib dan koronka depan tabernakel. Yesus bilang ke santa pelindungmu Dia paling senang bila ada yang menemaniNya di jam sengsaraNya. Mama datang, memohon lewat luka dan sengsaraNya yang pedih. Hanya ini yang bisa mama lakukan, semoga tiap kali mama berdoa, bisa mengurangi sakitmu.

Walaupun mama sudah pulang lama, pikiran mama masih bersamamu. Hati mama gak tenang, mama takut mendengar suara telpon berharap bukan dari rumah sakit.

Hari kesebelas, mama papa tidak menengokmu di pagi hari, mama misa pagi. Papa minta mama pilih, menengokmu atau misa pagi, gak bisa dua-duanya, jamnya sama. Mama menengokmu malam saat kontrol ke om.

Siang ini, ii Jenny kontrol, om minta maaf karna gak visit waktu ii pulang, anaknya operasi amandel, gak bisa nunggu lagi udah bengkak. Itu kenapa om murung.

Malamnya mama kontrol jam 8, tunggu 7 pasien, masih sempat menengokmu.

Temanmu bertambah, ada 6 baby di nicu, penuh. Tiga di inkubator, tiga di ranjang. Horden di kamarmu sudah ditutup, lampu kamarmu diredupkan.

Kondisimu buruk, perut bengkak, kulit diatasnya hitam keunguan, makin merenggang. Mama gak bisa napas melihatmu. Perut bawah juga bengkak, menguning seperti bernanah. Dadamu mulai membiru sampai ke pangkal leher. Kamu tidur menyamping hadap kanan, kepalamu jadi kelihatan lebih besar atau bengkak?

Napasmu melemah, gak lagi aktif bergerak. Di pempers ada bercak pipis kuning. Monitormu 87, alarm bunyi di 85. Jantung 149, normalnya 120-160.

Telapak kaki kirimu yang kurus ada beberapa darah kering bekas tusukan jarum, bolong-bolong, seperti kaki Yesus yang terpaku di salib.

Suster gak mengijinkan lama karena kamar sedang penuh.

Melihatmu tak berdaya, mama sedih, sms om menanyakan perutmu yang bengkak.

Om balas sms, ya, keadaan hari ini agak memburuk karena perutnya agak membesar, mudah-mudahan 1-2 hari dapat membaik.

Giliran mama kontrol tiba.

“Baby lu survive!” kata om. “Tiap hari gua tanya Boris, gimana anak gua? Tadi pagi juga ketemu Boris, dia bilang berat banget untuknya, seperti mission impossible.”

“Barusan lihat, perutnya bengkak,” kata mama.

“Yaaa.., ini memang problem baby prematur. Emang gak enak, tapi gua musti ngomong ke elu. Perutnya akan membengkak, kena infeksi saluran cerna, namanya … (bhs latin, mama gak ingat). Sebentar perutnya syuuuutt… membesar, sebentar balik kempes lagi, begitu terus. Pas membesar, mengerikan karena kulitnya masih tipis sekali. Baby sebelahnya yang sudah besar, lihat gak yang 1 kg, pendarahan otak. Baby lu juga mungkin kena pendarahan otak. Oiya, Boris bilang ini biayanya tinggi sekali. Elu diganti asuransi?”

“Gak, uang masih bisa dicari...”

“Betul kata lu. Dulu waktu anak gua sakit, gua masih kere. Gua gak bilang sekarang kaya. Dulu belum punya apa-apa, sampai utang sana-sini. Untuk transplantasi biayanya 1,5 milyar, duit dari mana? Baru transplantasi tok, belum biaya tinggal, perawatan setelahnya. Leukemia banyak jenisnya, tapi jenis ini paling jarang, hanya beberapa di dunia. Di Amerika ada satu, meninggal. Semua literatur bilang jenis ini pasti meninggal. Tapi gua tetap fight. Istri gua novena terus. Sehari sebelum kemo kedua, gua minta tolong Sister carikan Father, untuk kasih perminyakan suci, jadi kalau anak gua meninggal saat kemo, gua mau dia meninggal dalam Tuhan, sekalian dia dibaptis,” kata om sedih.

“Tahunya dia hidup, sehat, sekarang mau sembilan tahun. Gua cuma bisa bernazar ama Tuhan, kalau Tuhan mau panggil anak ini, panggil aja, jangan bikin dia menderita lagi, tapi kalau Tuhan mau pakai anak ini, pakailah, jadi hambaNya wartakan kemuliaan Tuhan. Jangankan anak kita, gua bilang istri gua, kita sendiri bisa Tuhan panggil kapan aja. Tiap hari berusaha buat baik, kapan aja Tuhan mau panggil kita, sudah siap jalan, pergi tanpa punya beban, tugas kita selesai. Gua selalu minta anak gua kalau papi gak mau dia jadi apa-apa, cukup jadi pendeta, jadi hamba Tuhan, ladangnya tersedia. Gua bilang Tuhan pakai tangan gua untuk menolong. Tuhan jawab, kasih pasien sampai segini banyaknya. Kalau Tuhan masih mau pakai gua, gua akan jalani. Lu kira gua gak mabok lihat pasien sebanyak ini? Gua sampai pengen muntah-muntah saking banyaknya. Cape sekali.. Untuk hidup cukup, gua gak perlu pasien sebanyak ini. Gua kan masih muda,” om senyum sambil menaikkan kedua alisnya.

“Bisa aja gua senang-senang, kerja lima hari, sisanya gua foya-foya, spa, pijit, tul gak? Masih muda. Tapi gua sudah bernazar kalau anak gua sembuh, gua kerja untuk Tuhan. Eh, lu ada yang mau ditanyain?”

“Mau deh. Kenapa ya tangan kok rasanya lemas, apa asi bikin kekurangan kalsium?” tanya mama.

“Gapapa, emang semuanya masih lemas. Kalsium lu masih cukup, lu ada minum susu kan? Kalsium yang gua kasih masih ada?”

“Masih, gua minum susu, prenagen juga.”

“Paling bagus lu minum fresh milk, kalsiumnya lebih banyak. Elu maintain asi lu ya, suatu hari baby minum banyak lu sudah sedia. Boris bilang dia sudah mulai minum, memang masih sedikit sekali.”

“Tanya lagi, kalau di infus ada gelumbung udara apa bisa mematikan?” tanya mama.

Saat mama dirawat, papa rajin memeriksa gelembung udara di selang infus. Papa menanyakan ke suster kalau gelembung udara itu sampai masuk ke pembuluh darah. Suster menjawab dengan santai, paling emboli. Papa takut gelembung udara itu kecil tapi mematikan.

“Gak mematikan, kecuali lebih dari 50cc. Kalau lu disuntik zzrrrttt… 50cc, nah matilah lu,” om ketawa. “Kalau gelembung kecil-kecil di selang infus gak akan bahaya, dia akan pecah jadi gelembung kecil-kecil, trus masuk ke jarum jadi gelembung lebih kecil.”

“Istri gua namanya Yenny juga,” cerita om. “Dulu dia katolik. Tiap malam masih novena. Buku doanya sudah robek sana-sini, bolong sana-sini, doa santo-santa, tulisannya sudah gak kebaca, tiap malam dia doain itu. Gua sampe nanya, Yen, elu itu baca atau hafal? Sembilan tahun dia pegang terus buku itu. Dia jawab, ya hafal lah.” Om tertawa.

“Kalau gua nemu robekannya, buru-buru gua kasih dia, nih.. nih.. simpan, harta lu yang paling berharga,” om ketawa lagi.

“Malam hari kalau anak gua bobo, gua sempatin topangin tangan. Elu boleh tiap nengokin anak lu, topangin tangan. Doa novena ya tiap malam, minta ama Tuhan, Dia pasti dengar. Gua juga ngomong ke Boris, orangtuanya sudah fight, baby sudah fight, dia juga musti fight abis-abisan. Waktu gua di Philipin, babynya 600gr, dokter anaknya juga fight abis-abisan, tiap hari empot-empotan, berjuang mati-matian untuk dia. Gua ada baca buku, di Jepang baby 500gr, namanya Miyuki, dia buta, tapi Tuhan punya rencana besar untuk dia. Elu ada baca?”

“Temen ada kasih bukunya, gua baru scan, dia 22 minggu, 25 tahun lalu.”

“Iya, kita ngomong itu Jepang. Mereka sangat menghargai nyawa manusia, kedokterannya sudah sangat maju, so perfect, beda dengan Indonesia. Tapi gua percaya, Tuhan punya rencana untuk anak ini. Kalau Tuhan mau panggil, biar Dia panggil, dia pasti masuk surga. Alkitab katakan anak dibawah 2 tahun pasti langsung masuk surga. Jadi elu gak usah takut, anak lu selamat sampai di surga. Semua akan indah pada waktunya. Pegang terus Tuhan, janjiNya setia. Elu bisa bilang ama Tuhan, bernazar ama Tuhan untuk pakai anak ini sesuai rencanaNya, untuk jadi hambaNya, memuliakan Dia. Emang ini berat, tapi elu fight ya. Anak lu tahu, rohnya bisa ngerti kalau orangtuanya fight untuk dia. Kalau Tuhan panggil dia, lu gak akan nyesal karena lu sudah fight untuk dia. Berat memang, biaya juga besar. Gua dulu juga fight abis-abisan, kalau pikir biaya dari mana gua bisa dapat waktu itu. Sampai sekarang gua masih sering bawa anak gua kontrol.” Mata om memerah lagi, penuh airmata

“Dua kali Tuhan kasih lu cobaan. Kalo kita lihat diri kita sendiri, berat, lihatlah orang lain, ada yang lebih berat lagi. Gua sudah cerita kan pasien gua, tiga kali anencephaly, sampai gua bilang dia jangan balik lagi, karena ternyata suaminya juga punya kelainan kromosom. Banyak yang lebih berat...”

“Mau tissue lagi?” tanya om sambil mengambilkan tissue lagi, mama masih berkaca-kaca. Mama menggeleng.

“Dok, kapan boleh masuk kerja?”

“Sebulan boleh, tapi saran gua enam minggu, lewatin dulu masa nifas lu. Elu dapat cuti tiga bulan kan?”

“Iya, sekarang ambil separuh, separuh lagi nanti pas baby pulang.”

“Gua setengah mati tahan gak ikut nangis. Gua ngerti sekali perasaan lu, rasanya sakiiiit sekali, sesak di dada ini. Tapi kalau gua ikut nangis, pasien gua berikutnya nanti bingung..,” om coba senyum. “Kok dokternya bertangis-tangisan didalam? Fight ya. Novena. Tiap malam novena. Sakit memang, sakit sekali, tapi lu fight terus.”

Mama pasti fight untukmu.

Harimu ke-13. Mama menjengukmu. Kamu bobo. Perutmu tambah bengkak, alarmmu bunyi terus, paru 84, jantung 124, mulai turun juga.

Sejak semalam alarmmu gak berhenti bunyi. Mama hanya melihatmu sebentar sekali karena suster sudah membuka jendela inkubatormu, membangunkanmu agar bernapas. Mama mengira kamu gak bisa lewat hari ini. Tiap hari mama minta Tuhan, biarkan kamu sehari lagi.

Harimu ke14, sabtu, mama menengokmu, keadaanmu belum membaik. Suster minta mama tunggu om datang agak siang hari ini, om mau ketemu.

Om Ronny pas lewat, tegur, ”Lagi ngapain, Yen?”

“Tunggu dr Boris” jawab mama.

“Gimana si kecil?” tanya om.

“Stabil,” kata mama. Padahal jauh dari stabil.

Mama juga ketemu Om Yudistira, teman mama, pagi ini gak pakai baju dokter, pakai batik.

“Ngapain?” tanyanya.

“Tunggu dr Boris, baby masih di nicu, kekecilan.”

“O gitu, biasa bayi kecil-kecil ama dr Boris.”

Nanti mama kasih lihat kamu foto om waktu abg, mukanya gak berubah. Om panjang umur, baru aja mama bilang papa, kalau kamu perlu ke internis, gak usah jauh-jauh, ke om Yudistira aja.

Di kamar nicu om menjelaskan keadaanmu memburuk. Perutmu bengkak karena proteinmu turun. Om mau kasih Plasbumin untuk bantu naikkan protein, mungkin bisa mengurangi bengkak. Obatnya mahal sekali. Mama membayangkan om akan mengatakan puluhan juta, tahunya satu juta. Mama langsung oke.

Kata om, kamu kemungkinan pendarahan otak. Saat ini kamu masih kritis belum bisa scan otak untuk lihat pendarahan slice per slice otak. Bila memang terjadi maka kamu mungkin gak bisa lagi jadi anak normal.

Om kembali menanyakan mau dilanjutkan atau tidak, biaya akan tinggi dan kamu mungkin cacat. Kalau orangtua mau, om akan berusaha terus. Mama minta om lanjutkan, untuk biaya masih ada.

Om minta mama doa terus untukmu, om hanya perpanjangan tangan Tuhan untuk menolong, Tuhan yang akan menentukan hidup mati. Oksigenmu dinaikkan 16 karena parumu menurun, di 85, alarm bunyi terus. Jantung masih bagus. Kamu puasa lagi.

Papa bilang kondisimu seperti orang koma. Mama bilang papa, kamu akan baik-baik aja, kamu akan kuat, doa terus.

Minggu pagi, sebelum misa, mama menengokmu sendirian, papa dan koko tunggu di mobil.

Matamu terbuka! Kedap-kedip! Mama terharu melihatmu.

Dalam beberapa hari, kelopak matamu terbentuk sempurna. Matamu jernih, hitam, melihat ke arah mama terus. Tanganmu melambai-lambai lemah dan mulutmu memanggil-manggil, tak terdengar suaranya.

Mama buru-buru menvideokanmu, sambil terus berbicara denganmu. Mama mau kasih lihat papa dan koko, saat pertama matamu terbuka.

Kondisimu belum membaik, perutmu masih bengkak, gerakan kakimu makin melemah. Suster juga mengatakan kamu belum membaik, alarmmu gak pernah lagi berhenti bunyi, angkamu turun terus.

Papa dan koko menanyakanmu, mama bilang belum membaik. Koko gak sabar menunggumu pulang.

Di gereja, mama berdoa untukmu, jam tiga siang juga mama papa ke gereja.

Hari ini kulkas baru diantar. Kulkas lama sudah penuh asi, sehari bertambah setengah liter asi ditaruh dalam botol kecil-kecil.

Jam 5 sore, kita semua berangkat ke rumah ama untuk makan malam imlek. Di tengah jalan, om telpon mama, minta segera ke rumah sakit karena ada hal yang gak enak harus disampaikan, tapi tetap harus disampaikan, om mengatakan kondisimu terus memburuk, sudah gak bergerak, gak ada respon lagi. Parumu turun ke 60, jantung 106.

Papa putar balik antar koko pulang, koko nangis sepanjang jalan mau ikut kemana aja.

Koko sudah pakai baju baru, sudah membayangkan makan malam enak, sekarang malah pulang. Papa marah koko gak berhenti nangis, “Koko, kali ini papa ngomong serius, kamu musti pulang. Om dokter panggil papa ke rumah sakit. Dede kritis, mungkin dede gak akan lama lagi. Kamu dengar papa ya, sekarang turun, masuk rumah, nanti sus masakin makan malam. Kalau dede sudah gak napa-napa, papa jemput kamu lagi, baru kita ke ama.”

Papa ngebut, takut om keburu pulang. Tahunya yang nelpon bukan om Boris, tapi om dokter pengganti, tinggi kacamata. Papa gak sempat menanyakan namanya.

Om itu menjelaskan bahwa secara medis kamu sudah gak ada harapan lagi, sudah dua hari hidup dengan alat bantu, gak bernapas dengan paru-paru sendiri.

Sulit sekali, hampir gak ada harapan hidup, kamu hanya 600gr. Yang terendah pernah dirawat 800gr, ada yang lebih kecil 750gr, tapi orangtuanya langsung bawa keluar negri. Di luar negeri pun, untuk baby 600gr sulit hidup.

Mama papa bingung harus bagaimana. Om juga tidak tahu harus ambil keputusan apa.

Haruskah selangmu dicabut? Kalau om bilang begitu, mama gak bisa apa-apa, mama akan buka kamar, menemani detik-detik terakhirmu.

Papa minta suster telpon om Boris. Om bilang selangmu jangan dicabut, tetap seperti sekarang. Gak ada yang bisa dilakukan selain menunggu.

Papa minta suster untuk mengecilkan suara alarmmu atau mematikan suaranya karena gak ada lagi yang bisa dilakukan.

Suster menawarkan untuk memegangmu.

Mama papa cuci tangan dan pakai gel anti kuman. Perlahan mama buka jendelamu, didalam hangat, mama mengusap dadamu, hangat. Mama membuat salib di dahimu, matamu perlahan terbuka, terus melihat ke mama.

Mama menggenggam tanganmu, kamu membalasnya dengan seluruh kekuatanmu, mama bisa merasakan tanganmu menyambutnya. Seluruh jarimu merapat ke jari mama.

Mama menyanyikan lagu kesayanganmu. Perlahan kakimu berusaha bergerak. Mama terus membelainya, mengurut sedikit kakimu yang mulai memutih, mulai dingin dan kaku seperti kayu kering. Lama-lama kakimu mulai memerah, menendang lemah. Mama membelai kakimu yang sebelah lagi, penuh luka seperti dipaku.

Mama mengusap dada dan lehermu, warna biru berubah memerah. Lalu mama mengusap kepalamu, rambutmu banyak, telingamu memerah. Mama membelai wajahmu, halus penuh bulu. Alismu semakin tebal.

Papa juga terus membelaimu, katanya ini pertama kali, papa juga belum pernah memegangmu.

Papa gak nyanyi untukmu karna menangis, airmatanya mengalir terus, papa mendoakanmu salam Maria. Papa merasa ini saat-saat terakhir bersamamu.

Mama terus bernyanyi, angka paru dan jantung dimonitor naik terus jadi 80 dan 124.

Seandainya mama boleh setiap saat membelaimu, seandainya boleh berada terus disisimu, seandainya boleh lebih lama lagi, mungkin alarmmu gak akan pernah bunyi..

Alarm teman barumu paling ujung bunyi, suster lihat ke mama. Mama minta waktu sebentar lagi agar boleh bersamamu, suster mengangguk.

Teman barumu kondisinya kurang baik, berbaring kaku tak bergerak, mirip boneka, beda dengan teman lain, masih gerak-gerak.

Papa mengajak mama keluar, mengingatkan mama kalau temanmu mau ada tindakan. Sebelum pergi mama membuat salib di dahimu dan dadamu, berdoa agar papa Yesus dan mama Maria yang menjagamu. Akhirnya mama pergi dengan berat.

Mama berpesan ke suster agar sering membelaimu, mengusap badan terutama kakimu biar gak kaku. Suster mengiyakan, katanya semua baby sesering mungkin diusap.

Begitu mama pergi, mama merasa percuma minta tolong suster karena suster pasti pakai sarung tangan karet saat membelaimu, mungkin malah membuat kulitmu yang sensitif itu sakit. Bukan kehangatan tangan. Airmata mama mengalir.

Papa jemput koko, mengajak ke ama karena makan malam sudah tersedia. Mama minta jangan lama-lama disana.

Malam hari, seperti biasa, mama papa dan koko mendoakanmu. Koko Vincent pimpin doa rosaria sampai selesai.

Setelah koko bobo, mama berdoa terus untukmu sampai pagi, sepertinya ini akan jadi doa terakhir kalinya.

Pagi imlek, 26 Januari, umurmu 15 hari, hujan gerimis. Mama papa menengokmu. Masih adakah harapan untukmu hari ini?

Kondisimu memburuk, mulutmu keluar busa. Monitormu semakin rendah, paru 47, jantung 60, separuhnya kemarin. Oksigen dinaikkan jadi 18.

Mama topangkan tangan diinkubator. Gak lama kamu bangun, tanganmu bergerak melambai, lemah sekali. Matamu terbuka sedikit seperti mengucapkan selama tinggal, terbuka untuk terakhir kalinya kemudian menutup.

Mama bisa merasakan kamu berada di puncak sakitmu, badanmu seperti sudah kaku, gak bergerak lagi, perut sangat besar, bengkaknya sampai ke dada, warna membiru hampir menghitam.

Mama berdoa untukmu. Lalu mama ke gereja, pagi ini mama masukkan intensi misa. Saat misa, ada sepuluh pastor, mendoakanmu.

Jam 12.30 siang, saat mama pompa asi, telpon berbunyi. Dari rumah sakit. Kata suster, ”Bayi ibu sudah tidak terdekteksi lagi. Kalau bisa ibu segera datang untuk jemput bayi ibu.”

Mama menutup telpon, panggil papa yang sedang main dengan koko. Papa langsung nangis, koko hanya terdiam, matanya kejap-kejap, penuh airmata.

Koko Francis tanya, “Dede sudah di surga ya?”

Koko Vincent juga langsung diam, belagak main mobilan, gak bersuara, mukanya sedih. Koko tahu, selamanya kamu gak akan pulang ke rumah.

Koko menghampiri mama, ”Mama, ayo kita doa ke papa Yesus, minta kirimkan kita dede bayi lagi.”

“Gak sekarang, sayang. Mama ke rumah sakit dulu ya, kamu dirumah, jangan nakal ya, nanti jam 2 kamu boleh main ke rumah pho-pho, saudaramu kumpul semua disana.”

Di mobil mama nangis terus, kata pho-pho, “Relain aja, Siau Ai pergi, dia pergi di hari baik, saat semua orang sembahyang. Mustinya dari awal sudah biarkan dia pergi, jadi gak perlu siksa dia begini lama. Dia petapa, musti sekali lagi lewat di bumi untuk jadi Budha.” Pho-pho memberimu nama Siau Ai.

Begitu sampai di nicu, kamu sudah ditutupi kain putih. Mama sendirian disana. Suster meminta papa urus surat ijin pulang di adimin.

Kamu kembali ke surga jam 12.25 siang. Masuk rumah sakit tahun baru, pulangnya tahun baru juga.

Suster membuka kain, kamu sudah rapi, selangmu sudah dicabut semua, plester dihidungmu sudah dibuka, lubang hidung kanan sedikit membesar karena bekas selang.

Mama melihat seluruh wajahmu. Kami cantik sekali, sayang, malaikat yang sangat-sangat kecil, malaikat yang akan berbaris terdepan. Mama menangis terus sambil membelaimu.

Suster mengikat kepala dan rahangmu dengan perban agar mulutmu gak terbuka, juga mengikat kedua tangan dan kedua kakimu.

Kamu masih hangat. Kakimu sudah kaku, perutmu belum juga mengempis. Mama menoreh tanda salib di dahimu, pulanglah dalam nama Yesus. Mama menanyikan lagu kesayanganmu.

Suster menanyakan apa mama membawakanmu baju. Mama gak bawa apa-apa, langsung kesini.

Suster memakaikan baju pink. Baju yang biasanya sepinggang baby, begitu dipakaikan padamu menutup sampai kaki. Suster juga memakaikan bedong pink, dengan bagian kepala dibuat topi, sehingga bisa mengintip wajahmu.

Papa datang, bawa surat ijin pulang. Suster meminta mama menunggu di luar, kita akan lewat pintu belakang, pintu rahasia, jadi gak melewati orang-orang. Suster mendorongmu di ranjang bayi.

Papa ambil mobil menjemput di pintu belakang, akan membawamu langsung ke rumah duka, gak perlu ambulance.

Begitu mobil papa tiba, suster memberikanmu ke mama. Mama menerimamu, memelukmu erat-erat. Mama teringat Maria juga hanya menangis dan memeluk putraNya tercinta, saat menerima Yesus yang sudah tak bernyawa dipangkuanNya, Yesus yang terbungkus kafan.

Mama mengintipmu di mobil, menciummu, pho-pho melarangnya, katanya jangan sampai airmata mama tertinggal diwajahmu.

Pho-pho terus membacakan doa-doa Budha, doa menghantarmu pulang.

Kamu memang bandel, datang sesaat di keluarga ini, lalu pergi begitu cepat. Padahal semua sangat gembira menanti kehadiranmu.

Ii Ming membawakan selimut tebal dan baju baru, ii masih menyimpan baju yang mama belikan untuk koko Ancil.

Di Atmajaya, papa mengurus admin, pesan peti, jadwal misa, jadwal kremasi, janji pastor. Mama, ii, pho-pho ke kamar jenasah, membaringkanmu di ranjang hitam pekat. Tempatnya dingin. Di ranjang sebelahmu ada satu orang, ditutup kain putih.

Kamu berbaring dengan selimut tebal agar hangat. Perban pengikatmu dibuka. Kamu gak perlu dimandikan karena suster sudah memandikanmu tadi.

Mama menciummu, wangi bayi, tubuhmu mulai dingin. Bajumu gak perlu diganti sekarang, besok sebelum masuk peti.

Setelah selesai, ibu Fatima, pengurus kamar mempersilahkan keluar, katanya gak apa-apa, dia akan menjagamu disini. Kamu akan baik-baik, bila waktunya tiba nanti, kamu yang akan memanggil-manggil mama papa, jadi penunjuk jalan ke surga biar gak nyasar.

Mama meninggalkanmu lagi, sendirian lagi, ditempat asing.

Mama sedih sekali, tapi mama gak boleh nangis di depan koko. Koko masih kecil, belum mengerti. Papa mengajak koko main seharian. Siang itu, mama papa dan keluarga kumpul di rumah pho-pho, gak kemana-mana lagi.

Sore hari, papa antar mama ke apotik beli stop asi.

Malam hari, mama masih pompa asi, sedih sekali, asi begitu banyak sampai dua frezer, gak jadi untukmu.

Setelah koko bobo, mama nangis lagi, membayangkanmu di kamar itu sendirian, kedinginan.

Apa kamu sudah sampai surga? Apa papa Yesus, mama Maria dan St. Faustina langsung menjemputnya? Dimana kamu sekarang?

Mama tanya Yesus, kenapa mengambilmu begitu cepat?

Yesus jawab, karena Aku sangat mencintainya. Aku ingin dia bersamaKu di surga, kalau dia hidup, mungkin dia gak bisa kembali ke surga.

Yesus, apa dia kesakitan selama ini?

Tidak, anakKu. Kamu selalu memintanya lewat doa koronka, darah dan airKu telah menghalau sakitnya. Aku menyelimutinya dengan kehangatan. BundaMu juga selalu menjaganya sehingga dia tidak kesakitan sama sekali. Sakitnya sudah Kuambil, Kusatukan dengan lukaKu di salib.

Apa aku boleh percaya? Aku gak mau dia kesakitan.

Percayalah padaKu, dia tidak kesakitan sama sekali.

Tapi kenapa perutnya bengkak?

Tubuhnya bengkak karena tubuh adalah fana.

Yesus, bisakah aku mempercayaiMu lagi, Kau telah memberiku kebahagiaan dengan kehadirannya, sekarang Kau mengambilnya, kenapa Kau tidak titipkan dia lebih lama?

Percayalah hanya padaKu saja, pada rencanaKu saja karena Aku kekal.

Baiklah…, Yesus, aku pasrah padaMu, tolong jaga dia, aku lelah sekali.

Tidurlah, Aku akan menjagamu, menjaganya dan keluargamu. Aku akan menghapus airmatamu dan memberimu kekuatan baru. Jangan kau ragu akan cintaKu, tidurlah.

Sesaat mama tertidur, sudah selesai semua.

Mama terbangun, harus menyiapkan apa saja masuk peti, untuk kamu bawa di perjalanan. Pho-pho bilang kalau ada mainan, boleh masuk peti. Mama pikir kamu gak perlu mainan, mama membawakanmu sepasang bantal kepala dan guling baru, hadiah dari ii Tenny untukmu, dua botol susu baru, dan yang terpenting mama membekalimu dua botol asi. Asi beku, kalau asinya dicairkan nanti keburu basi sebelum kremasi.

Mama papa datang lebih awal, sebelum jam 7 karena mama mau menggantikan bajumu.

Papa sibuk admin dan cari orang membereskan ruangan F1 untuk misa keluarga.

Pagi ini tubuhmu sudah dingin sekali. Seharusnya mama menutup mukamu juga kemarin agar gak kedinginan. Kata bu Fatima, bajunya gak perlu diganti karena sudah pas sekali ukurannya. Baju baru yang dibawakan, ditaruh di peti untuk baju ganti.

Kamu dipakaikan kaos kaki, saking kecil kakimu, kaosnya sampai di lutut, jadi makin hangat. Kamu dipakaikan dua topi, menutup sampai telinga agar gak kedinginan, juga dibedong kuning bunga-bunga. Kamu cantik sekali, mungil, tidurmu damai.

Pho-pho tanya ibu, di sebelahmu berbaring itu cewe atau cowo. Ibu malah membuka kainnya, cewe, habis operasi otak. Mama sampai loncat melihatnya, kepalanya botak, bekas jahitan besar-besar memanjang, wajahnya kesakitan, putih seperti lilin. Pho-pho minta ibu tutup kembali kainnya.

Ibu cerita kalau kemarin masuk lagi tiga bayi kecil. Dari Rs Pluit, Rs Atmajaya dan satu baby muslim, mumpang lewat rumah duka, sudah dikafani.

Temanmu dari Rs Pluit umur enam bulan, lahir prematur tujuh bulan, tiga bulan di rumah sakit, tiga bulan di rumah. Paru-parunya gak kuat. Mukanya cakep sekali, gemuk, seperti sedang tidur pulas, beratnya 6 kg. Masih ada yang lebih sedih dari mama.

Kalau kamu seperti dia, sudah pulang rumah, sudah bisa main, mama pasti akan hancur hatinya seperti orangtua itu.

Menjelang jam 8 pagi, semua sudah kumpul. Pastor juga, namanya Vincent, salah seorang dari sepuluh pastor yang mendoakamu kemarin.

Kamu tidur di peti dikelilingi bantal pink gambar beruang kecil. Mama menaruh botol susu dan asi juga.

Misa menghantarmu pulang ke rumah Bapa.

Pastor mengatakan kamu akan jadi pendoa bagi keluarga supaya suatu saat nanti semua bisa berkumpul di surga. Misa juga dipersembahkan untuk koko Ancillo yang sudah lebih dulu ke surga. Koko Ancil akan menemanimu bermain dan menjagamu di surga.

Setelah tutup peti, kamu dibawa mobil jenasah untuk dikremasi di Nirvana lalu abumu disebar di laut, sama seperti koko Ancil.

Biasanya orangtua atau keluarga sedarah gak boleh menemani. Papa mempercayakanmu ke yayasan.

Setelah mobil jenasah jalan, papa mengantar pastor pulang. Hujan deras, jalan menuju pintu tol banjir sedikit.

Mama menanyakan pastor, bila menurut dokter secara medis gak ada harapan hidup, apa diperbolehkan cabut alat bantu?

Pastor mengatakan, untuk seperti ini dikembalikan ke keluarga. Bila keluarga setuju semua, gereja tidak menyalahkan, mungkin terbentur biaya atau sudah mati otak atau cacat organ. Ada juga keluarga yang mau terus menunggu sampai datang mujijat kesembuhan, seperti yang sering kita dengar, sudah koma tiba-tiba hidup kembali, sehat kembali, kalau memang Tuhan berkenan. Jangankan koma, Yesus sendiri bangkitkan yang sudah mati. Jadi jangan disamakan dengan etunasia.

Saat jalan pulang, mama bilang papa, kamu seperti yang dikatakan Zen, dari tiada jadi ada, dari ada jadi tiada.

Hari masih pagi, belum jam 10, sudah sampai rumah. Sebelum turun mobil, papa bilang, “Welcome home! Tahun Baru kembali ke titik awal lagi. Mau main ah ama koko, mau nebus waktu yang hilang, rasanya sudah bertahun-tahun gak main ama koko.”

Papa langsung berlari menemui koko. Mama tersenyum, papa udah semangat lagi. Mama harus seperti papa, untuk dua kokomu.

Cinta mama papa untukmu dan koko Ancil akan abadi.

17 komentar:

  1. Cus, I am so sorry ... my heart goes out to you .. I did not know that she did not make it. I really am sorry ... I got your mail in the office, and I did not have chance to read your blog until a month later .. today ... I could not help crying reading your painful experience. I wish you strengh to move on. I am sorry I was not there for you, but thank you for still sharing this with me.
    Cincin

    BalasHapus
  2. sorry...aku emank ga kenal sama tante...
    tapi FOUR thumbs up buad perjuangan Tante...
    semangad hiduo tante buad anak"nya...
    semangad tante bakal saya ceritakan ke anak" saya kelak...saya umur 21 tante.
    i cant stop my tears to come down...
    Bener" Rely on God banged.
    PErcaya RancanganNYA ga pernah GAGAL...

    Semangad Tante.
    you story will bring a lot of blessings to others.^^
    like me...

    Makasi udgah share critanya...
    yg pasti aku bakal crita ke anak cucu aku...
    kalo Tuhan adalah Tuhan yg nyata...^^
    kalo tante bisa sekuat itu..aku jg hrs bisa sekuat itu (pdhl cuman ditinggal pacar ajah)...
    semangat Tante....^^

    BalasHapus
  3. Cici..
    Salam kenal..
    Ci.. Menyedihkan bangeettt.
    Tapi ak ngga akan kasihan ma cici.. Karna ak tau cc pasti ngga mau dikasihani kan..

    Ci.. Kmrn ak baru baca blog nya Ancillo..
    Baru aja ak mau komen ke cc, aku mau bilang cc ngga boleh sedih.. Karna Ancillo di surga pst dengan bangga bilang ke Yesus, kalo mama papa nya adlh pejuang2 yang tangguh,, mamanya terlebih tangguh karena mamanya dgn besar hati mau berjuang dan trs menerus berdoa buat dia yg even ngga punya kesempatan hidup.. Dia akan berterimakasih banget sama cc, krn cc mempersiapkan dy dgn baik buat bertemu Bapa di surga.. Hingga dy bisa berjumpa Bapa dalam kondisi yg utuh..

    Baru aja kmrn ak berpikir, ak mau blg sama cici.. Kalo suatu saat adiknya Ancillo lahir, cc bs share in lagi..
    Eh, td cici ak blg kl tyt adiknya Ancillo ada..
    Tapi ternyata Ancillo lebih butuh adiknya drpd cici ya, koko jc, Vincent & Francis membutuhkan Faustine..
    Ancillo lbh butuh adiknya buat bersama2 dengan dy dan Yesus serta bunda Maria & para malaikat di Surga untuk nunggu mama papa nya disana..
    Yang tabah ya ci.. Aku percaya Tuhan siapkan ini dlm hidup cc untuk suatu hikmah terindah yg tersembunyi..
    Cc, ak salut sama cici.. Yg walaupun terus didera cobban berat, tp ngga sedikitpun melunturkan iman cc ke Yesus.. Ngga sedikitun cc mengeluh & menyalahkan Tuhan..
    Cc pantes buat dijadiin panutan, sebagai peneguh iman..

    Tuhan trll sayang sama cc, sehingga DIA ngga jd menitipkan Ancillo & Faustine, Tuhan terlebih sayang sama Ancillo & Faustine sehingga DIA buru2 menarik kembali titipanNYA..

    Ci.. If one day cc msh mau ksh adik buat Francis, Tuhan pasti berikan yg terbaik..
    Kita semua yg baca blog ini pst berdoa buat cici & keluarga..
    Keep on praying & keep on believing..

    Btw, I met once with Dr. Tjien Ronny..
    Wkt cc ak hamil 1 thn yg lalu, dy pk dktr sejuta umat itu juga..
    Setelah bc blog cc, I know the other side of him.. :)
    Tambah simpatik deh.. :)

    Jesus & Mary love us.
    -VyNa-

    BalasHapus
  4. Salam kenal,

    My sista in Christ, u are d greatest mom. Percayalah tidak ada yang sia2, semua usaha dan pengorbanan untuk Ancillo dan Faustine tidak satupun yang sia2, walau secara manusiawi sangat berat. Tulisan sis mengingatkan saya akan masa2 kehilangan saya (2 kali keguguran) juga proses kelahiran 2 anak saya yang juga tidak mudah dan harus dirawat di inkubator 10 hari dan sekarang sehat, semuanya laki2...namanya Vincent ( sama seperti anak sis) dan adiknya Calvin. Terima kasih untuk mengingatkan kembali akan doa koronka yang sering saya lupakan. U are a great mom and will be always be a great mom, saya mendoakan yang terbaik untuk sis dan keluarga< big hug for Vincent and Francis. Keep in pray sis:)

    BalasHapus
  5. Salam kenal sist..

    Terima kasih untuk sharingnya..
    Sebelumnya aku juga udah baca kisah Ancillo thn 2008,dan gak nyangka skarang aku baca kisah yang menyedihkan sperti ini kembali.
    Ak terharu & air mata trus mengalir tanpa henti...
    Kisah sist menyadarkan aku untuk tetap bersyukur atas kehadiran babyku Morning Miracle (8bln)yg lahir sehat,sama dgn bantuan Dr.Ronny..

    Tuhan itu ajaib,gak ada yang dapat menyelami pekerjaanNYA..
    Yg pasti itu semua indah & tepat pada waktunya,diblk smua itu pasti ada hikmahnya yg baik.
    Keep strong yah sist..
    Ak kagum dengan sist sbagai seorang ibu yg tegar,kuat & tetap fighting demi sang buah hati.

    GBU & Family sist..
    Skali lagi terima kasih sharingnya yg telah menjadi berkat utk aku...

    BalasHapus
  6. haloo tante... i just got this blog from my parents (im doctor boris' daughter). im so sorry to know your story, but yes im sure that you got a lot of blessing from this. your story strengthen me, and made me believe that God really has a big plan for you and me. He has his own way to teach me as well as your family. i believe one day, there will be another gift from God who come into your loveable family.
    may the grace of God be with you entirely.

    BalasHapus
  7. Semua memang sudah diatur. Allah yang memberi dan dia juga yang mengambil titipannya.

    Dan kalau kita ikhlas, kita juga akan bertemu kembali di surga.
    Salut akan perjuangannya, tidak mudah menyerah.

    Rusni, agen asuransi Takaful

    R

    BalasHapus
  8. halo cici..salam kenal ya??? aku brsn bc diary nya cici sy sampe nangis bcnya..luar biasa perjuangannya saya salut untuk hati cici yg begitu tegar menghadapi cobaan yg berat ini....!!!
    tp saya yakin dan percaya TUHAN YESUS KRISTUS tidak akan memberikan cobaan yang melebihi batas kemampuan umatNYA...SELAMAT JALAN FAUSTINE MARY...MALAIKAT KECIL.

    BalasHapus
  9. Yeny,kamu wanita pilihan Allah,,Bapa begitu mengasihi kamu,,kamu begitu tegar menghadapi semua ini,,kalau sy yg mengalami,,sy belum tentu bisa spt kamu...Semoga Allah Bapa selalu mengasihi keluarga kamu dan memberikan anak ke lima yang sehat,lucu, dikasihi dan diberkati Tuhan..Saya akan turut mendoakan kamu di tanggal 31 Januari 2010,di hari penyerahan anak2,,di gereja St.Yakobus klp,Gading ini,agar Allah Bapa mengasihi yeni sekeluarga dan pada akhirnya bahagia dan sejahtera hidup damai selamanya...Dalam Nama Bapa,Putera dan Roh Kudus amin.

    BalasHapus
  10. terimakasi buat cerita yg mengharukan ini ....
    ketika saya membaca ini .. air mata saya keluar terus menerus... saya tau apa yg anda rasakan selama harus tinggal bed rest ri rumah sakit. saya sendiri pernah ngalaminnya. harus diem di rs selama 1 bulan ...
    karena alasan yg sama .. di rumah ga ada orang yg bisa ngurus, suami kerja, orang tua pun ga bisa. saya tau rasanya sehari2 diem ri rs tanpa bisa jalan... kecuali berdoa dan nnt tv. berasa bahagia kalo ada org yang datang ...
    tapi tuhan berkata lain ... setalah 3 bulan kehamilan, saya mengalami pendarahan sampai bayinya keluar .. dan harus dokter kiret. bayinya utuh dan kecil ...
    sangat berat rasanya ... tp benar yg Dr bilang ... rancanganmu dan rencanamu .. bukan rencana dan rancangannya ....
    yang sabar yaaa .... ada yg indah dibalik itu semua. amien ......

    BalasHapus
  11. Salam damai dalam TUHAN YESUS KRISTUS.
    Salam kenal sister. Salut buat perjuanganmu dengan suami. Tidak pernah menyerah kepada YESUS disaat apapun, dan hasil apapun yang kamu peroleh, kamu tetap bersyukur kepadaNYA. Iman yang luar biasa. Saya tidak pernah berhenti menangis membaca blog anda.
    Diberkatilah engkau, tulisanmu aku yakin menjadi berkat buat orang lain yang membaca dan kemuliaan TUHAN nyata melalui perjuanganmu dan hidupmu.
    BUNDA MARIA pasti senang memiliki anak seperti engkau, dan untuk Ancillo dan Faustine, mereka pasti sudah bersama TUHAN YESUS dan BUNDA MARIA menikmati kemuliaan ALLAH BAPA di Surga.
    Sekarang mereka yang ganti menunggu kedatangan kalian di Surga.
    Berjuanglah kalian sekeluarga di bumi ini agar kelak dapat bersatu dengan 2 anak kalian yang telah menunggu kalian di Surga.
    Damai TUHAN YESUS KRISTUS bersama persekutuan dengan ROH KUDUS menyertai kalian sekeluarga. Amin

    BalasHapus
  12. Salom...........

    Sesaat setelah saya membaca kata hati dari seorang Ibu kepada Anaknya yang sama2 berjuang di dalam perjalanan hidupnya masing2 membuat hati saya sangat sedih, haru serta sangat tanjuk. Sungguh besar rasa salut saya kepada kamu karena memberikan dan menunjukan bahwa kasih lebih penting dari pada uang.

    Saya percaya semua pengorbanan kamu dan perjuangan Siau Ai akan menjadi satu contoh untuk mama2 yang lain bahwa malaikat kecil yang kita miliki hanya satu titipan yang perlu kita lindungin dan diberikan kasih sayang seperti yang kita terima dari Bapa.

    Mungkin saya lebih beruntung dari anda tapi dengan membaca Blog anda membuat saya lebih sadar untuk lebih mencintai anak saya dan memberikan kasih sayang seperti yang anda lakukan kepada Siau Ai.

    Ci kita memang belum pernah kenal......... tapi percaya satu hal JESUS PUNYA RENCANA DALAM HIDUP ANAK2NYA, AMIN

    BalasHapus
  13. hi mbak,
    terharu membaca ke-2 kisah ancillo dan faustine.
    salut untuk mbak dan suami serta keluarga utk ketabahannya.
    saya di tinggal baby umur 20an minggu sebelumnya, masih bisa teringat dengan irama detak jantungnya yang pernah di perdengarkan kepada kami dulu.
    kiss for vincent n francis, n wish u all always be happy gather loving family..

    sincerely,
    artha

    BalasHapus
  14. aku baca 2 cerita ancillo n faustine,sedih n nangis.aku salut sama cici..sabar n kuat,terus semangat.aku tau tuhan punya rencana yang baik kedepannya.semangat!semangat!

    BalasHapus
  15. Doa saya untuk putra-putrinya ya bunda..salut luar biasa untuk ketegaran bunda..you make me have one vision more..for this life.

    BalasHapus
  16. Malaikat kecil berbahagia disurga bersama Tuhan Yesus dan bunda Maria

    BalasHapus
  17. Best of Merkur Casino: 5 Best FS + 20 FS Bonuses
    Discover 5 best Merkur casino bonuses, with our review 메리트 카지노 of 5 of the best FS promotions for 2021. Get 5 of the Best Slots หารายได้เสริม in the market and read our review 바카라 사이트 for

    BalasHapus